Pages

Tuhan dan Muara; Perempuan yang Kukagumi

Senin, 09 September 2013





‘Hati mempunyai akal yang tidak bisa dilihat oleh akal’, itulah petitih dari Pascal. Seringkali hati memang tidak dapat di mengerti oleh akal, ia tidak melihat, namun tidak ada satupun yang dapat mendustainya, meski tak dirasakan tapi ia tetap merasakan. Karenya kita sering mendengar istilah ‘mata hati’. Tulisan ini terkhususkan untuk saudara-saudariku yang sedang di timpakan ujian oleh-Nya.

Saat nasib kehidupan sedang tidak berpihak, barangkali yang terasa adalah sakit, derita, gelisah, dan urusan kehidupan yang tak kunjung selesei. Semua pintu seakan tertutup, semua jalan sudah ditempuh namun seakan hanya kebuntuan yang menjelma. Urusan kehidupan sudah terlanjur runyam, tidak tahu harus kemana dan kepada siapa lagi meminta pertolongan. Gundah gulana seakan setia menemani hati, keluh kesah tidak lagi asing, namun ada yang aneh, senyumnya tetap menyingsing.


Saya bertemu langsung dengan perempuan itu, bahkan hidup bersamanya sekitar tujuh belas tahun lamanya. Setelah Ibu, dialah perempuan yang paling hebat dan kuat yang saya kenal. Setiap hari ia tak pernah jemu megais rizki, untuk menghidupi kedua anaknya. Suaminya? Entahlah, sudah beberapa tahun saya tidak bertemu dengannya, saya mengagumi suaminya, tapi dalam banyak hal saya sangat tidak setuju dengan keputusan yang diambilnya. Tentu saya tidak dapat membencinya, saya hanya bisa berharap ia segera kembali dan membahagiakan perempuan yang sangat saya kagumi ini. 

Ia terpaksa manggung beban suaminya yang sangat pelik, menghadapi orang-orang yang berurusan dengan suaminya, bukan sehari, hingga bertahun-tahun lamanya, dan hingga kini. Ia seorang perempuan, hanya seorang perempuan, ia akan hancur jika saja ia perempuan biasa. Bagaimana dapat ia tetap kokoh dan bertahan, menghidupi kedua anaknya sambil menghadapi orang-orang yang tak henti berdatangan karena mempunyai urusan dengan suaminya. Kemana suaminya? Entahlah, semoga saja Tuhan melindungi dan menghidayahinya. 

Dia bukan perempuan biasa. Suatu waktu tiba-tiba suaminya menjelma, entah mengapa sangat tiba-tiba. Tapi yang saya tahu, ia datang untuk menyetor bebarapa butir air mata, menyesali sesaat segala kesalahan di hadapan istrinya yang telah ia tinggalkan selama ini. Kesalahan apa? Mungkin kekhilafan? Mengapa harus datang, akankah kesalahan itu belum dikatahui istrinya? Belum sama sekali. Kesalahan paling berat, yang jika dia perempuan biasa maka telah ditamparlah suaminya dengan sekeras tenaga dan segera menuntut cerai. Jika saja ia perempuan biasa, saya bisa pastikan lemari kaca dan isinya pada saat itu juga mengotori lantai rumah. Tapi tidak bagi perempuan yang saya kenal ini, ia masih tetap memaafkan suaminya. Maaf ke berapa?  Mungkin ke sejuta kali. 

Dia bukan perempuan biasa, tapi dia tetap hanya seorang manusia. Hingga pada suatu waktu keluhannya sampai kepada saya via sms, karena sekarang saya sudah tinggal lagi bersamanya. Saya amat sangat mampu merasakan keadaan jiwanya, sedahsyat apapun motivasi yang saya berikan, tetaplah dia yang merasakannnya. Saya mungkin dengan begitu mudah memberikan kata-kata motivasi, itu karena saya belum pernah merasakan yang ia rasakan. Tapi, sungguh saya dapat mengecap sedikit saja dari keadaan jiwanya yang terlihat sangat lemah. Saya mencoba menguatkan, saya tidak ingin ia semakin rapuh. 

“Begitu banyak cobaan yang datang membuat hati ini menangis, keadaan terpuruk dan seakan-akan tak dihargai membuat bumi seakan runtuh. Aku tak mampu lagi berjalan, ku tersungkur dan jatuh tak berdaya sekuat apapun aku mencoba bertahan, tapi aku tidak mampu mengahadapi semua ini sendiri. pada siapa aku harus berbagi cerita dan bersandar? Ya Allah, kuatkan aku.” Dengan lirih saya membaca sms ini. 

Hai perempuan yang kukagumi! bila Allah mempercayaimu, mengapa kamu tak mempercayai dirimu. Ia menimpakanmu untuk menempamu, Ia tahu kamu mampu mengahdapinya. Bila saja engkau berkenan menutup mata kepalamu, lalu membuka lebar-lebar mata hatimu, mata bathinmu untuk mengais hikmah, pastilah senyummu tampak sumringah. Mengapa tidak, berita gembira telah menghampirimu, tapi kau tak menyadarinya. sebesar ujianmu, sebesar itu kualitasmu di hadapan-Nya dan hamba-Nya, berbahagialah!

Hai perempuan yang kukagumi! Keluh hanya akan mengikis ridhomu pada-nya, Ia yang menguasai kerajaan langit dan bumi, semua dzat dan partikel dikuasi oleh-Nya, bagaimana mungkin Ia tak menguasai hal yang menimpamu. Jika malam saja dapat diajadikan siang, siang dijadikan malam, apalagi hanya untuk memberi jalan keluar atas hal yang menimpamu. Bersimpuh, agar jiwamu tak makin rapuh. Berbahagialah!

Hai perempuan yang kukagumi! Bila hati tengah gelisah, pertanda kamu belum sepenuhnya berserah, sehingga linglung tak tau arah melangkah. Mengapa engkau terlalu mengatur, atas apa yang telah Ia atur, bisakah engkau berlaku jujur, untuk sepenuhnya berserah pada sang Gafuur, agar ketenangan dalam hatimu makin subur, berbahagialah dalam syukur, dan bersungguhlah dalam tadabbur.  Berbahgialah!

Hai perempuan yang kukagumi! Tidak ada sungai yang tidak bermuara, muara ketenangan adalah kepandaianmu bersimpuh dan bersyukur kepada-Nya, mengeluh hanya akan membuat bathinmu makin rapuh, percayalah! Aku izinkan kau mengeluh, bila kau sudah tak punya lagi alasan untuk bersyukur. Bila ujian masih dapat kau ukur, pernahkah kau berhasil mengukur nikmat dan kasih sayang-Nya pada-Mu? Bila kau memiliki seratus alasan untuk mengeluh, kau juga punya berjuta alasan untuk bersyukur. Berbahgialah!

Jadikanlah Allah muara segala keluhmu, resahmu, gelisahmu, dan perkara yang menimpamu. Bisa jadi inilah skenario-Nya, untuk membuatmu makin dekat dengan-Nya, makin berlama dalam khalwat bersama-Nya, itu pertanda Ia merindumu. Berbahagialah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^