Pages

Bagaimana Islam Memandang Auditing?

Minggu, 08 November 2015


Bagaimana Islam Memandang Auditing?
Oleh: Dina Kartika, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Syariah, STEI SEBI Depok.

Dewasa ini, mulai banyak lembaga keuangan serta entitas syariah yang bermuculan di Indonesia. Berdasarkan penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dalam hal ini, Indonesia mengalami kenaikan dua peringkat dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 2012. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia saai ini bukan hanya tentang ekonomi konvensional, namun juga tentang ekonomi islam yang sistem dan prakteknya sudah banyak diterapkan di berbagai sektor kegiatan ekonomi.

Hadirnya sistem ekonomi islam menuntut lembaga serta entitas yang berlabel syariah untuk memiliki perbedaan dengan lembaga konvensional pada umumnya, karena lembaga syariah beroperasional didasari atas nilai-nilai syariah yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, untuk eksistensi dari lembaga keuangan dan entitas syariah, diperlukan sikap konsisten dalam menerapkan nilai-nilai islami yang berlaku. Maka disinilah letak diperlukannya sistem auditing yang islami sebagai bentuk transparansi juga pertanggung jawaban dari lembaga syariah tersebut.

Auditing menurut Al-Qur’an:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” (QS. Asy-Syu’ara: 181-184)
Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Dalam pandangan islam, praktek auditing ini haruslah didasari dengan akhlak yang baik, tidak ada unsur kecurangan di dalamnya. 

Dalam prakteknya, seorang akuntan akan membuat laporan keuangan yang disertai dengan bukti-bukti yang terkait dengan seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari pihak manajemen. Namun manajemen, bisa saja menyajikan laporan keuangan yang sifatnya sudah tidak lagi objektif demi mengedepankan kepentingan pribadi. Untuk itu diperlukan auditor independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan yang lebih objektif atas laporan keuangan perusahaan tersebut beserta dengan bukti-bukti terkait yang diperlukan. Dalam islam, fungsi auditing ini dikenal dengan istilah “tabayyun”. 

Begitu pentingnya akhlak baik diperlukan ada di dalam diri seorang auditor, sehingga terdapat landasan kode etik khusus bagi akuntan dan auditor muslim. Beberapa landasannya adalah sebagai berikut:
1.     Integritas
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya.
2.      Keikhlasan
Akuntan dan auditor harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya. Menjadi ikhlas berarti akuntan dan auditor tidak perlu tunduk pada pengaruh luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama dalam melaksanakan fungsi profesinya.
3.      Ketakwaan
Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah untuk melindungi seseorang dari perilakunya yang bertentangan dari syariah.
4.      Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna
Akuntan dan auditor tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga berjuang untuk menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya.
5.      Takut kepada Allah dalam Setiap Hal
Seorang akuntan dan auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju.
6.      Manusia Bertanggung Jawab dihadapan Allah
Akuntan dan auditor muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggung jawabkan semua perilakunya kepada Allah di hari akhir nanti. 

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa auditing dalam pandangan islam adalah dititikberatkan kepada soal pertanggung jawaban bukan hanya dengan publik, atasan, ataupun diri sendiri namun juga bertanggung jawab kepada Allah. Karena pada hakikatnya apa-apa yang telah seseorang lakukan di muka bumi, akan selalu ada perhitungannya. Maka dari itu seorang muslim diwajibkan untuk memiliki sikap tanggung jawab.

Daftar Pustaka:
Buku Auditing dalam Perspektif Islam karya Dr. Sofyan S. Harahap
Artikel Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA oleh Muliaman D. Hadad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^