Pages

RIBA, KELEZATAN SHOLAT, KEHARMONISAN RUMAH TANGGA, TERKABULNYA DO’A DAN KESUKSESAN BISNIS

Senin, 05 Januari 2015


RIBA, KELEZATAN SHOLAT, KEHARMONISAN RUMAH TANGGA, TERKABULNYA DO’A DAN KESUKSESAN BISNIS

(Multazam Zakaria, Islamic Econonomics Forum SEBI)

Bismillahirrahmanirrahim. Alhhamdulillah wassholatu waasalamu ‘ala Rasulillah. Akhir-akhir ini saya mulai ‘agak’ sering menulis tentang Riba, Bunga dan Bank. Alhamdulillah, banyak yang merespon positif, tapi juga ada yang merespon ‘skeptis’.

Memang benar tidak mudah dan tidak semudah yang kita ucapkan tentang penerapan hukum syariah khususnya dalam transksasi keuangan di sektor perbankan dan non bank. Seringkali apa yang terjadi di lapangan (bank syariah) tidak sesuai (belum sepenuhnya) dengan syariah. Hal ini yang menyebabkan masyarakat menjadi skeptis dengan bank syariah dan diksusi-diskusi atau pun tulisan tentangnya. Sehingga saya sering temukan komentar seperti: “ah, sama saja”, “syariah hanya embel-embel saja”, “tidak ada bedanya, bahkan bank syariah lebih tinggi bunganya”, “kata syariah Cuma untuk meningkatkan keuntungan saja” dan sejenisnya.

Pertama saya ingin menganggapi gejala skeptisme sebagaimana tergambar di atas. Skeptisme (kehilangan harapan dan kepercayaan) sendiri dalam bukan bagian dari ajaran islam. Sudah sangat jelas dalam sebuah ayat Al-Qur’an Allah berfirman: “.. Janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah. Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir”. Saya sendiri mengakui bahwa kondisi nyata di bank syariah memang belums epenuhnya syariah atau belum seideal konsep-konsep transaksi keuanga dalam islam. Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi dakwah yang patut kita perjuangkan, semampu kita. Bagaimana cara memperjuangkannya? Bisa dari dalam dan bisa juga luar: (1) dari dalam, tenta saja ini dengan cara masuk ke dalam sistem. Berada di posisi-posisi startegis dalam pengambilan kebijakan dan arah gerak perbankan. Tentu saja untuk memperjuangan dari dalam kita membutuhkan SDM yang mumpuni baik teori, praktek dan ‘ideologi’; (2) dari luar. Saya kira ini cukup menarik dan terbuka lebar bagi siapa saja, bagi masyarakat umum. Dalam sebuah diskusi bersama Pak Ali Sakti, MEc (Peneliti BI) beliau mengungkapkan: “untuk menciptakan pasar kita hanya perlu menciptakan demand (permintaan)”. Maksudnya apa? Untuk mewujudkan perbankan syariah yang semakin kokoh hendaknya ummat islam memiliki kesadaran untuk turut serta membangun perbankan syariah dengan menjadi bagian darinya. Bukan justru memandangnya sebelah mata.

Tapi kita tidak akan bicara jauh tentang itu. dalam kesempatan ini kita akan bicara betapa dahsyat pengaruh riba dalam segala sendi kehidupan kita: spritual, finansial dan sosial. Lewat ini saya untuk kesekian kali ingin teguhkan betapa riba bukanlah hal sepele yang bisa diselesaikan hanya dengan ucapan: “ah, sudahlah. Syariah dan konvensional sama saja”. Tidak!

Riba menjadi slah satu tema mayor dalam muamalah Islam. Betapa Al-Qur’an begitu komprehensif berbicara tentang riba sampai merincikan tahapan-tahapan pengaharamannya, begitu juga dalam hadits-hadits Rasulullah saw. Ini menunjukkan betapa riba menjadi bahasan yang sangat penting, bahkan ‘disetarakan’ dengan bahasan tentang zina sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan: “Jika riba dan zina sudah ramai di sebuah negeri, maka mereka telah mengahalalkan azab Allah menimpa negerinya”.

Seharusnya ini menjadikan riba tidak asing dari masyarkat, tapi justru riba menjadi tema yang sangat jarang dibahas dalam materi-materi ceramat atau khutbah.

Jika kita terus ‘menikmati’ riba atau bunga maka itu akan membuat harta yang kita miliki tercampur dengan hal yang haram. Bayangkan betapa ‘mengerikan’ jika harta kit ayang tercampur ‘uang haram’ tersebut kita gunakan untuk membeli makan, minum dan menafkahi keluarga. Itu semua akan berpengaruh kepada ‘kelezatan’ kita dalam sholat, keharmonisan dalam rumah tangga, kesuksesan bisnis dan lainnya.

Lihat saja misalnya Abdul Al Wahhab Al Sya’rani dalam Buku Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci mengemukakan: “ Makanan halal adalah energi untuk meningkatkan semangat berbagai hal. Semangat hidup bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Semangat belajar bergantung pada makanan yang dimakan. Bahkan, ketajaman tulisan seseorang bergantung pada kualitas makanan yang dia konsumsi saat menulis“

-Riba dan Kelezatan Sholat

Bagaimana hubungan riba (bunga) dan sholat?
Suatu saat, Al Tsauri ditanya mengenai keutamaan shaf pertama dalam salat berjamaah, sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah saw. Dia menjawab “Periksa dulu makananmu! Sebab, jika makananmu halal, di mana pun shaf salatmu, engkau pasti mendapat keutamaan, Sebaliknya, jika makananmu haram, engkau akan mendapat siksa dan murka Allah meski salatmu di saf terdepan“. Orang yang ibadahnya pas-pasan namun sangat menjaga kesucian hatinya, keheningan pikirannya, kebersihan hartanya, Insya Allah dia bisa melesat kedudukannya di sisi Allah.

Perhatikanlah sabda Rasul saw: “Shalat tidak diterima tanpa bersuci & tidak pula shaqadah yang dari kecurangan akan diterima.” (HR. Muslim)

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di dalam lambungnya terdapat makanan haram”.

Wahab bin al-Warad berkata: “Jikalau kamu menjalankan ibadah selama pasukan ini pergi maka sedikitpun tak bermanfaat untukmu sehingga engkau lihat apa yang masuk ke dalam perutmu”.

-Riba dan Keharmonisan Rumah Tangga

Telah sampai pada kita betapa para sahabat mengagumi rumah tangga Suraikh yang terlihat sangat harmonis. Padahal Suraikh tidak kaya, beliau hanya seorang pengumpul kayu bakar llau dijualnya untuk menfkahi kelaurganya. Tapi selama 16 tahun berkelurag, para sahabat belum pernah menyaksikan keluarga Suraikh cekcok. Para sahabat kagum karena menyaksikan kehidupan dalam rumah tangga Suraikh begitu harmonis. Padahal ia tergolong miskin. Sumber nafkahnya hanya dari hasil mengumpulkan kayu bakar yang kemudian dijual,. Tapi semalam 16 tahun hidup berumah tangga tidak pernah cekcok. Para sahabat beratnya: “wahai Suraikh, apakah rahasiamu dalam berumahtangga sehingga tetap harmonis?” Suraikh menjawab antara lain “Setiap saya berangkat meninggalkan rumah selalu dilepas oleh isteri saya dengan pelukan sambil berpesan, ’Suamiku jangan ambil kepunyaan orang lain‘”.

Kisah Suraikh di atas menunjukkan betapa berpenagruhnya sumber pendapatakan seorang suami untuk menafkahi keluarganya. Pesan istri Suraikh menunjukkan betapa sang istri sangat hati-hati dengan nafkah yang haram, yang nantinya akan digunakan untuk memebli makanan dan minuman.

Perhatikanlah dua hadits Rasul saw berikut ini:
“Sesungguhnya banyak orang beraktifitas pada harta Allah dengan tidak benar maka mereka berhak mendapatkan neraka di hari kiamat.”
 “Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram.”

-Riba dan Keuksesan Bisnis

Betapa ‘mengerikannya’ jika bisnis kita besar dari pinjaman berbungan (riba). Bisnis kita besar dari sesuatu yang haram. Al Qadir Al Izzi berkata “Semakin sering ia memikirkan cara mencari harta halal, semakin sering ia memikirkan cara meningkatkan amalnya. Semakin sering ia mencari harta haram, semakin banyak ia melanggar aturan Allah“.

Mari kita coba ulang kisah dari Murad Khan Hasan. Ia menuturkan bahwa seluruh Faris di daerah Mesir sedang terserang hama belalang. Lantas ia memberitahu temannya Qiwan al Mulk, bahwa hama belalang juga telah menyerang seluruh ladang pertaniannya di daerah Fasa. Selanjutnya Murad Khan dan Qiwan berangkat ke sana untuk mengecek secara langsung. Ternyata benar berita itu. Yang menarik, ada sebidang ladang milik seorang petani, masih nutuh. “Milik siapa ladang ini ?“. tanya Qiwan kepada salah seorang petani yang kebetulan ada disitu. “Milik si Fulan, tukang tambal pakaian di pasar”,  jawabnya. “Mohon bantuan Anda untuk memanggilnya kemari”, pinta Qiwan. Atas bujukan orang itu tadi, si Fulan bersedia datang menemui Qiwan. “Saya ingin tahu, apa resepnya sehingga ladang Tuan tidak diserang hama belalang ?”, ujar Qiwan. Setelah berdiam sejenak, si Fulan berkatata “Pertama aku tidak pernah makan milik orang lain secara tidak sah sehingga belalang juga tidak ingin memakan milikku. Kedua, aku selalu mengeluarkan zakat dari hasil tanamanku, setelah tananamku itu aku petik. Kuberikan zakat itu"

Barangkali kisah sang petani di atas tidak secara langsung menggambarkan hubungan riba dengan hasil ladangnya. Tapi kisah di atas menunjukkan betapa keberkahan menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi kesuksesan ladangnya. Ia tidak memakan harta orang lain secara tidak sah (haram) dan juga tidak pernah lupa mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya.

Paling  tidak kisah di atas dapat menginspirasi kita bagaimana menghadirkan keberkawhan dalam bisnis. Dan salah satu pemusnah keberkahan dalam bisnis adalah sumber dana yang tercampur dengan yang haram seperti bunga. Seorang sahabat berkata: “keberkahan adalah keuntungan yang berlipat-lipat”.

-Riba dan Tidak Terkabulnya Do’a

Satu ketika Sa’ad bin Abi Waqash berkata “Ya Rasulullah, doakan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan doanya“ Rasulullah saw bersabda “Perbaikilah mananamu ( makanlah makanan yang halal ) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya“ ( HR.Thabrani ).

Beberapa indikator di atas paling tidak mewakili indikator-indikator lainnya yang berhubungan dengan riba atau bunga. Sejumlah uraian di atas menunjukkan betapa dhasyatnya pengaruh riba terhadap kehidupan seseorang. Yang tidak hany sebatas meninggalkan larangan, tapi berkait erat dengan sisi spritual, sosial dan financial seseorang.

Semua yang benar dari tulisan ini bersumber dari Allah, dan segala yang salah berasal dari diri saya sendiri.

Wallahua’la wa a’lam.