Pages

Perjalanan Eufoni Cinta Multazam Zakaria

Sabtu, 03 Januari 2015


PERJALANAN EUFONI CINTA
(Juni 2014 - Januari 2015)

Alhamdulillah wassyukru lillah. Allah beri saya banyak keajaiban melalui perantara Eufoni Cinta. Allah izinkan saya bersilaturrahim dengan orang-orang yang tak pernah saya sangka. Sekitar bulan Juni 2014 Eufoni Cinta saya terbitkan melalui sebuah penerbit indie di Bandung. Sejak itulah mulai banyak yang dapat menikmati kecil yang berukuran 14cm x 10 cm dengan jumlah halaman ix+153.

Eufoni Cinta (EC) awalnya hanya kumpulan catatan dalam perjalanan rasa. Ia berusaha memasuki segala ruang kehidupan, memberikan pemaknaan. Karena memang cinta tidak memiliki batasan waktu dan ruang, ia mampu singgah kapan dan dimana pun ia berkehendak.

Ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting hingga EC bisa dinikmati oleh sejumlah orang. Di bagian “Siapa di Balik Eufoni Cinta” saya akan coba kenalkan siapa saja beliau.

Hari ini, Sabtu 3 Januari 2015 saya mendadak ‘melankolis’ lalu meminta izin untuk curhat di grup whatsapp kelas. Inti curhat saya tentang ‘kegelisahan’ saya terkait dengan buku saya “Eufoni Cinta”. Ada beberapa hal yang membuat saya gelisah. Pertama, sejumlah pembaca memberikan apresiasi dan testimoni yang sangat luar biasa. Dalam hati saya berkata: “bagaimana kalau seandainya yang dikatakan orang tentang Eufoni Cinta bukan yang sebenarnya?”. Kedua, mendapat sejumlah apresiasi yang sangat luar biasa membuat saya merasa tidak layak dan tidak pantas untuk mendapatkannya. Paling engga, itu inti curhat saya.

Hari ini misalkan, seorang sahabat sebut saja namanya Irma melalui BBM berkomentar tentang EC: “Aku udah baca buku Eufoni Cinta, ka. Bagus! Walaupun bukunya kecil tapi isinya begitu besar. Banyak pelajaran yang dapat aku ambil. Buku ini menginspirasi aku untuk terus menulis. Ga perlu bahasa yang berlebihan. Ringan dan bermakna lebih mengena”.

Akhirnya saya forward komentar di atas ke grup kelas. Saya merasa, apa iya EC seperti itu? Aku masih belum percaya bahwa EC begitu. saya meminta teman-teman kelas berkomentar dengan penuh kejujuran tentang EC. Akhirnya seorang teman sebut saja namanya Cinthia Dewira merespon: “menurut aku pribadi emang bener kok bukunya tochy banget, simple tapi sampai ke pembacanya. Saran aku buat Azam, berhenti bertanya dan belajrlah untuk mengahrgai usahamu dan apa yang udah kamu raih”.

Lalu disusul oleh seorang sahabat bernama Hilwa Rahmi El-Maftuh : “Walapun gw ga suka sastra, tapi memang ada beberapa bagian di dalam buku itu yang menurut gw bagus dan ‘touchy’ kalau kata cinthia”.

Dilanjutkan oleh seorang sahabat sebut saja namanya Sofik Emeraldy S : “kalau menurut saya pribadi sih tentang EC: ketika saya mulai membacanya seolah seperti sedang bertamasya ke sebuah tempat yang baru nan indah, dan di tempat itulah saya menemukan kunci untuk membuka pintu dan di dalam pintu itu menemukan cahaya hikmah. Dan menurut saya bahasa yang digunankan EC itu bahasa sastra yang ringan tapi ngena. Beda sama buku-buku puisi yang pernah kubaca seperti karya ***** agak-agak susah dipahami dan berbau filsafat gitu”.

Nah, itu dia beberapa komentar tentang EC hari ini. Setiap kali orang mengatakan sesuatu yang baik tentang EC, saya selalu katakan: Jika ada kebaikan di dalamnya, itulah ALLAH. Tapi jika ada kesalahan dan kekeliruan, itulah saya. Jika anda memuji kebaikan yang ada di dalamnya, maka pujilah ALLAH.

Juga saya ingin tulis lagi komentar sejumlah orang yang telah membaca EC, berikut:

“Ketika membacanya,  rasanya saya seperti sedang mengarungi sungai yang jernih airnya dengan rakit, asyik berkelak kelok lewati kebun penuh bunga permai, dan sesampai di muara kutemukan mutiara hikmah yang bening berkilau dan penuh keindahan. Layak dijadikan mahkota raja-raja.

Selamat putraku , puisi-puisimu adalah ilham dari alam surgawi untuk pencerahan dan kepuasan setiap jiwa yang dahaga”. (Syeikh Dr. Dhiyauddin Hafizahullah- Emdeka Saka Guru)

“Saya sudah membaca karya yang membuat saya tidak bisa beranjak untuk meninggalkannya sejenak, meski selembar pun. Lembaran demi lembarannya seakan berdialog dengan hati saya. Indah. Benar-benar mengisi ruang kehidupan yang selama ini penuh dengan gelisah. Terima kasih sudah menghadirkan karya yang banyak manfaatnya ini”. (Wulan Lan, Mahasiswi Akhir Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya)

“Cerdas, menyentuh, dan ilahi banget tapi tetap romantis. Salut sekali penulis semuda Azzam bisa sangat dewasa dalam menyampaikan pesan-pesan kebenaran yang dikemas indah. Saya tenggelam dalam kesadaran yang saya tulus menerimanya”. (Taufik Akbar, Ketua Islamic Economics Forum SEBI)

“Penulis cerdas. Di setiap judulnya mampu membuat saya seolah-olah mengeja diri saya sendiri.  Hanyut terpukau saat membacanya”.
(Rahmi SM, Owner #airkangenjkt)

“Karya yang tak main-main! Setiap kalimat yang hadir dalam #EufoniCinta; rasanya tak seperti sedang membaca naskah. Bayangan para tokoh turut hadir menyelinap pada hipnotis diri. Setiap kalimat satu dengan yang lainnya tak menjadikan kita seperti sedang didikte; larut bersama kekhusyuan. Recomended!”.
( Fitri Herni Anggraeni, Penulis Buku-buku Antologi)

“Mengalir, menerka dan terhanyut. Seperti sedang memutar film pendek. Such a precious masterpiece! Kata yang pantas untuk karya ini, dilihat dari penggambaran cerita dan pemberian nasihat sekaligus. Satu paket pengingat yang sederhana dan indah”. (Athifah Dardewantara)

“Tentang sebuah kisah perjalanan hati, jiwa dan raga. Begitu menginspirasi bagi pembacanya. Iya, inilah isyarat hati yang begitu mendalam”. (Afifah Kamila)

“Penulis yang luar biasa. Setiap kata demi kata saya merasakan kelezatan iman yang luar biasa, selalu mengahdirkan Sang Ilahi di setiap tulisannya. Saya hanyut terpukau dibawanya berlabuh ke singgasana-Nya. Buku ini wajib dibaca oleh siapa pun yang merindukan keindahan dan keromantisan cinta dari Sang Pemilik Segalanya. Selamat Sahabat, kautelah berhasil menghipnotis jiwa-jiwa dahaga dengan pesan-pesan kebenaran yang kaukemas sangat indah”. (Vrylen'z Sheeny)

“Keren! Tulisan yang ringan tapi sangat mengena. Banyak pesan yang terselip tanpa disadari”. (Nurindah)

“Sebuah karya yang memukau pembaca dalam memaknai sebuah persahabatan, disampaikan dengan gaya bahasa yang indah. Bangga menjadi sahabat penulis”. ( Siti Nur'aini Wahdah Wirawan)

“Penulis Muda yang berbakat, dengan gaya bahasa yang memikat, penulis mengajak kita mengenal ‘who am I?’ dan memahami makna persahabatan. Membaca buku ini menyadarkan kita betapa pentingnya menyelami diri sendiri”. (Mulyadi)

“Tiap bait yang dirangkai penulis selalu mampu menyulam sesimpul senyum”. (Syafa Atul Udzmah, Komikus)

“Pada penggalan-penggalan kata yang kauukir dalam bait-bait cinta, bagiku tidaklah sekedar Eufoni Cinta, melainkan bahasa rasa yang terejawantahkan lewat kelihaianmu memainkan kata. Sesungguhnya, setiap desiran getar cinta sulit dibahasakan lewat kata, tapi kautelah mampu menuangkannya dalam untaian aksara” (Fihiruddin Pensil , Pegiat Seni dan Budaya)

“Penulis Eufoni Cinta, Multazam: tidak hanya mengaji dan membaca, tapi mengeja dan memahami aksara cinta. Mungkin saja ia menjadi lakonnya”. (Maman Abdullah, Dosen Bahasa universitas Teknologi Sumbawa)

“Alhamdulillah, saya merinding baca bukunya. Mata saya juga ikut berkaca-kaca, menyentuh sekali. Saya suka!” (Dea- Teman facebook)

“Membaca bait-bait Eufoni cinta, aku serasa mendapatkan sayap yang kemudian membawaku terbang menuju menuju samudra luas tak bertepi dan diri ini bagai sebutir debu bahkan lebih kecil dari itu. tidak ada yang patut untuk disombongkan. Terimakasih Saudara Multazam Zakaria yang sukses membuat air mata saya mengalir dan mengantarkan saya pada sebuah pemahaman dan kesadaran diri.” (H. Abdurrahaman, Karyawan CV. Almadani)

“Eufoni Cinta. Membaca judulnya saja indah. Dirangkai dengan kata-kata luar biasa yang meyejukkan dan membuat kita berkata dalam hati: “ya itu benar”, “wow tepat sekali seperti yang aku alami dan rasakan”, “persis, memang seharusnya begitu”. Buku ini penuh dengan tuturan bagiamana kita mengharap, mendiktekan, emnajga dan memperindah tentang cinta sejati tanpa ahrus melanggar syariat. Buku ini juga wakil dari pencari cinta yang hakiki. Dari perantau kepada kampung halamannya. Dari anak kepada ibunya. Dari seorang hamba kepada Tuhannya”.  Mia Siti Nurazizah, Mahasiswi Ondokuz Mayis Universitesi Turki).

“Azzam, sesungguhnya masih ‘bocah’. Namun saya melihat Rumi dan Gibran bersenyawa. Eufoni vinta buktinya!” (Syarif Husni, Ketua FLP Mataram)

Aduh, ternyat panjang juga ya. Masih bayak hal yang perlu saya tuliskan tentang perjalanan EC dari Juni 2014-Januari 2015. Siapa saja di balik EC, bagaimana asal mula, dan banyak hal lagi. Nanti saya lanjutkan di tulisan berikutnya.

Seluruh royalti dari penjualan Buku Eufoni Cinta dipergunakan untuk pembangunan Pusat Pembibitan Penghafal dan Pemangku Al-Qur’an Al-Madani Lombok Timur-NTB. Sehingga, Buku Eufoni Cinta diharapkan dapat menjadi amal jariah yang tak terputus pahalanya bagi penulis, pembeli, donatur dan siapa saja yang terlibat dalam proyek kemanusiaan ini.

Demikian dulu perjalanan EC Part#1.
Terimkasih atas semua sahabat,

Allahlah satu-satunya pemilik kebaikan dan segala sifat yang layak dipuji.

Wasalamu'alaikum wr wb.