Pages

Tanggapan Ketua Islamic Economics Forum SEBI Tentang Arahan Pak Wapres Terkait Perbankan Syariah

Rabu, 11 Maret 2015

Tanggapan Ketua Islamic Economics Forum SEBI Tentang Arahan Pak Wapres Terkait Perbankan Syariah

A’udzubillahiminassyaitonirrajim. Bismillahirahhamnirrahim. Pertama kali saya ingin sampaikan bahwa saya bukan pendukung politik fanatis Pak JK atau siapa pun yang terlibat dalam tema ini. Awalnya saya tidak tertarik menulis tentang ini, tapi saya menjadi tergelitik menulis ini setelah membaca komentar-komentar sejumlah teman-teman sesama aktifis dakwah kampus yang dalam penglihatan saya cenderung ‘sebelah mata’. Bahkan saya terkaget-kaget membaca komentar seorang senior saya yang dulu pernah menjadi ketua umum nasional sebuah organisasi gerakan dakwah kampus, saya tidak perlu sebut namanya ya. Di samping itu, sejumlah teman baik pegiat dakwah ekonomi Islam kampus atau yang sekedar pengikut tren berita menanyakan via inbox. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan di sini:

Pertama, berita ini berawal dari silaturrahim senior kami Pak Bambang selaku ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia bersama rombongan ke Pak Wapres Jusuf Kalla. Setelah saya ‘chek and rechek’ kepada salah seorang pengurus IAEI, bahwa silaturrahim itu dalam rangka mengundang Pak Wapres ke Muktamar Ekonomi Syariah yang akan diselenggarakan IAEI sekitar bulan april.

Kedua, terkait dengan sejumlah sahabat dan aktifis yang terlebih dahulu berkomentar terkait tema ini didominasi oleh teman-teman yang ranah dakwahnya tidak fokus kepada Iqtishodiyah Al-Islamiyah (Ekonomi Islam), sehingga saya sangat memahami bagaimana metamorfosa terbentuknya opini yang beragam dari teman-teman. Semoga saja dugaan saya ini tidak benar. Kita pahami bersama bahwa persepsi dipengaruhi oleh sejumlah hal seperti: motif, kepentingan, pengaharapan dan pengalaman. Saya tidak ingin menyalahkan atau menganggap salah teman-teman yang sudah ‘terburu-buru’ mengomentari ini. Tapi kalau boleh saya kasih saran: jangan jadikan media (internet) sebagai sumber primer (utama) kita untuk kemudian memebrikan respon atau menyampaikan pendapat. Dalam Islam ada istilah yang kita kenal dengan sebutan “tabayyun”atau klarifikasi. Berikut saya kutipkan QS Alhujurat ayat 6 yang berbicara tentang tabayyun:  “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Ketiga, ini terkait arahan pak wapres kepada ketua IAEI yang kurang lebih seperti ini: “tadi pak wapres juga arahannya supaya istilah instrumen yang sekarang pakai bahasa Arab seperti mudharabah, wakalah, itu bisa di-Indonesiakan,” Tutur Pak Bambang sebagaimana dikutip sejumlah situs berita online. Untuk arahan ini, ada beberap hal yang ingin saya sampaikan:

1. Perlu kita perhatikan segmentasi pasar perbankan syariah di Indonesia. Paling tidak ada 3 segmen pasar perbankan syariah: nasabah yang loyal dengan bank syariah (loyalis syariah), nasabah floating (pake rekening syariah tapi juga pake rekening konvensional) dan nasabah yang loyal dengan bank konvensional. Menurut suatu penelitian, pertumbuhan fantastis jumlah nasabah bank syariah bersumber dari nasabah floating hingga mencapai sekitar 50%. Mengapa nasabah floating pengguna jasa bank syariah masih menggunakan jasa bank konvensional? Salah satu jawabannya adalah sebagian besar mereka tidak memahami ketentuan-ketentuan kontrak dalam perbankan syariah karena terburu ‘skeptis’ atas ketidakpahaman mereka dengan istilah-istilah perbankan syariah yang menggunakan bahasa arab. Contoh salah kasus di lapangan yang sering terjadi di lapangan sebagaimana diceritakan mentor saya yang juga pernah menjadi wakil kepala cabang sebuah bank syariah, beliau menuturkan banyak nasabah khussnya nasabah KPR yang kaget di ujung kontrak, karena pemahamannya tidak sesuai dengan pemahamannya di awal saat membuat kontrak. Apakah mereka orang-orang yang tidak berpendidikan? Bukan, mereka justru orang-orang pinter, tapi seperti yang saya katakan di atas “terburu ‘skeptis’ atas ketidakpahaman mereka dengan istilah-istilah perbankan syariah yang menggunakan bahasa arab”.

2. “tapi kan ini masalah pokok tentang penamaan sebagai identitas sumber ajaran ini berasal,” komentar seorang teman. Saya ingin sampaikan sebagaimana kita sudah maklum bersama bahwa Islam terdiri dari tiga pilar utama: aqidah, syariah dan akhlak. Syariah dibagi menjadi dua yaitu: ibadah dan muamalah. Antara ibadah berlaku kaidah dasar yang bertolak belakang. Kaidah dalam ibadah adalah: hukum asal ibadah adalah tidak boleh, hingga ada dalil yang membolehkannya. Sebaliknya dengan kaidah dasar muamalah: hukum asal muamalah adalah boleh, hingga ada dalil yang melarangnya. Nah, saya ingin sampaikan bahwa urusan ekonomi adalah salah satu cabang atau bagian daripada muamalah. Sehingga potensi inovasi atau kreatiftas terbuka lebar. Termasuk inovasi dalam hal istilah. Ekonomi syariah adalah sistem substansif, bukan sekedar ‘cover’ atau terlihat syariah atau terbranding syariah, atau berlogo syariah, bukan. Teman-teman yang sempat mengatakan: “sekalian aja rubah bacaan fatihah dalam sholat pake bahasa Indonesia,” ups, tentu saja ini analogi yang tidak sebanding. Solat itu bagian dari cabang ibadah, dan berlaku kaidah dasar yang sebaliknya.

3. Istilah-istilah seperti: mudharabah, musyarokah ijaroh, dan lainnya sudah ada sebelum adanya bank syariah. Jadi sebenarnya istilah-istilah itu sendiri bukan ‘bank syariah punya’. Sehingga bank syariah tidak mesti menggunakan istilah itu, tetapi bisa menggunkan istilah lain (dalam bahasa Indonesia) yang memiliki substansi yang sama dengan istilah bahasa arab tersebut.

4. "Tapi apakah mungkin meng-Indonesiakan istilah-istilah tersebut?"  Hemat saya, pun jika istilah-sitilah tersebut di-Indonesiakan tidak akan sama sekali mengahaspus istiah tersebut dari khazanah kelimuan kita di Indonesia. Dalam artian, bank syariah harus berorientasi kepada “product knowledge” agar tujuan syariah juga dapat terpenuhi dengan maksimal. Saran ril dari saya, bisa jadi istilah-istilah arab tersebut tidak diganti, tapi dibuatkan istiilah Indonesia yang paling mendekati dan dipahami oleh mayoritas. Kebayang kan betapa akan sulitnya mengedukasi ibu-ibu pedagang di pasar jika kita tetap ngotot menjelaskan mereka dengan istilah-istilah yang sulit mereka pahami.

Keempat, sebagai penutup, saya ingin mengingatkan kita bahwa Industri Keuangan Syariah khususnya Perbankan Syariah di Indonesia sudah berusia 20-an tahun, pertumbuhan sejakawal cenderung positif akan tetapi akhir-akhir ini perbankan syariah semacam member ‘alarm serius’ dengan sejumlah penurunan baik pada market share atau lainnya. tentu saja ini harus kita cermati bersama-sama. Selanjutnya, saya ingin ingatkan juga bahwa visi besar perbankan syariah adalah dakwah rahmatan lil ‘alamin untuk semua golongan dan agama. Bicara dakwah maka bciara tentang metode, bahkan ada kaidah dasar yang berbunyi: “cara menyampaikan bisa menjadi lebih penting dari isi yang disampaikan”. Karena isi tidak akan diterima dengan baik jika cara menyampaikan tidak baik atau tidak relevan dengan penduduk sekitar. Barangkali inilah yang dilakukan oleh Wali Songo hingga akhirnya Islam bisa tersebar dengan begitu sangat laur baisa di bumi Nusantara ini. Tengoklah misalkan Sunan Giri yang derdakwah lewat lirik jawanya “Jamuran”, Cublak-cublak Suweng” dan lainnya. Atau tengok juga Sunan Kalijaga yang berdakwah melalui tembang Jawa “Ilir-ilirnya”, yang metode-metode atau wasilah itu hingga kini menajdi sebuah masterpiece  yang bisa diterima. Bisakah dakwah Wali Songo kita kaitkan dengan Dakwah Ekonomi Islam kekinian khususnya terkait dengan penurunan marketshare perbankan syariah? Silahkan dijawab masing-masing dengan rasionalitas dan pengkajian. Inilah 4 poin yang ingin saya sampaikan.

Bisa jadi ada dari pembaca yang setuju dari keseluruhan yang saya tulis ini, atau ada yang setuju dengan beberapa poin saja dan tidak setuju dengan beberapa poin lainnya, atau bahkan ada yang tidak setuju dengan semua poin yang saya sampaikan. Saya akan menghargai itu semua sebagai perbedaan dan layak kita juadikan ruang diskusi yang hangat dan bergizi.

Akhirnya, saya memohon ampunan dan petunjuk dari Allah swt. Wassalamu’alaikum wr wb

Depok, 12 Maret 2015
Multazam Zakaria
Ketua Umum Islamic Economics Forum (IsEF) SEBI