Pages

RESEP BAHAGIA SELALU

Jumat, 16 Januari 2015

Bebanmu tidak akan berkurang dengan keluhanmu.
Yang pasti,
Keluhanmu akan mencuri kebahagiaanmu.
Hadapilah semuanya dengan RIDHO,
Sebab itu adalah kunci inti kebahagiaan.
Saat Tuhan memberimu musibah,
Sebenarnya DIA sedang menyelamatkanmu dari bencana yang lebih besar.
Seperti saat motormu macet atau tidak bisa dihidupkan,

ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?

Rabu, 14 Januari 2015

ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?
Multazam Zakaria, Ketua Umum Islamic Economcs Forum (IsEF) SEBI
-
Bismillahirrahmanirrahim. Beberapa hari lalu saya menulis tentang riba dan bunga bank. Pada kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua bertamasya ke ‘taman asuransi’. Beberapa waktu lalu SIBER-C dan ISEF menyelenggarakan agenda rutin bulanan DESK (Diskusi Ekonomi Syariah Kontemporer) dengan mengusung tema “Asuransi”.

ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?





ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?
Multazam Zakaria, Ketua Umum Islamic Economcs Forum (IsEF) SEBI

Bismillahirrahmanirrahim. Beberapa hari lalu saya menulis tentang riba dan bunga bank. Pada kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua bertamasya ke ‘taman asuransi’. Beberapa waktu lalu SIBER-C dan ISEF menyelenggarakan agenda rutin bulanan DESK (Diskusi Ekonomi Syaroah Kontemporer) dengan mengusung tema “Asuransi”. 

Asuransi menjadi sangat ‘menggoda’ untuk kita ‘telanjangi’ dan analisis, khususnya menggunakan kacamata muamalat islam, karena 218 juta penduduk Indonesia beragama islam. Banyak sudut pandang dan opini yang agak menggelitik dalam ruang diskusi, tapi di sini sebagaimana saya tulis di atas kita akan lebih fokus ‘menelanjangi’ asuransi (konvensional) menggunakan kacamata mualat islam. Sehingga selepas membaca utuh tulisan ini, anda akan dapat menyimpulkan tentang hukum asuransi (konvensional). Tidak hanya itu, mungkin ini akan menjadi pertimbangan bagi anda untuk menentukan memakai asuransi konvensional atau asuransi syariah (asuransi syariah tidak akan kita bahsa di sini, edisi berikutnya, insyaAllah).

Let’s go! 

Di dalam hukum muamalah (interkasi) islam ada beberapa indikator yang menjadi ukuran kebolehan dan ketidakbolehan suatu transaksi dilakukan. Diantara  indikator  yang menyebabkan tidakbolehnya (haram) suatu transaksi adalah: (1) Gharar; (2) Riba dan (3) Tidak Adil- Zhalim. Kita pake satu-satu ya!

  • Gharar
Apa gerangan makhluk yang bernama gharar itu? simpelnya adalah “ketidakjelasan yang mengakibatkan kerugian- ada yang terzalimi”, atau bisa juga disebut incomplete information.

Benarkah asuransi konvensional mengandung unsure gharar? Benar! Dimana saja letak unsure gharar dalam asuransi konvensional? Yang baru saya ketahui ada 2 hal (silahkan ditambahkan bagi yang tahu lebih) yang mengandung unsure gharar dalam asuransi konvensional: (1) Jumlah atau tempo premi yang dibayarkan. Mengapa demikian? Sebab pembayaran premi didasarkan atas usia peserta (tertanggung). Sementara usia yang mengetahui kepastiannya hanya Allah swt (Gharar bagi selain Allah). Sehingga bisa dikatakan kuantitas (jumlah premi yang dibayarkan) yang harus dibayrakan tertanggung tidak pasti jumlahnya. Jika demikian maka menjadi kuranglah salah satu rukun dalam jual beli (jual beli- karena asuransi konven menggunakan akad tabaduli) yaitu adanya kepastian harga; (2) terdapat dapat barang atau benda yang diperjualbelikan (akad tabaduli). Dalam asuransi ada istilah transfer risk yaitu yang diperjualbelikan adalah risiko itu sendiri. Sementara risiko tidak jelas (gharar) kualitas dan kuantitasnya. 

  • Riba
Apa gerangan riba itu? simpelnya “alfadhlu alkhali ‘ani al-‘iwadh- kelebihan yang didapatkan tanpa ada sandaran/pengganti”. Apakah riba ini termasuk dosa besar? Oh, bukkan main. Dalam suatu hadits Rasul saw  mengatakan dosa 1 dirham riba sama denga dosa berzinna sebanyak 36 kali. Dan bahkan semua agama samawi dan para filsuf sekelas Aristotels dan Plato sepakat tentang haramnya riba.

Apakah asuransi konvensional mengandung riba? Iya! Diamanakah letak ribanya? Semua premi yang disetorkan oleh peserta menjadi milik perusahaan (kejam!) dan perusahaan berhak menginvestasikannya dimana saja tanpa adanya batasan-batasan syariah. Dan bisa dikatakan seluruh perusahaan asuransi menyimpan dan menginvestasikan dananya pada hal-hal yang berhubungan dengan riba dan bunga. Bahkan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menunjukkan semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.

Mengerikan? Sangat!

3.      Ketidakadilan (Dana Hangus)
Keadilan menjadi salah satu pondasi dasar dalam transaksi islam. Karena ‘ketidakhadiran’ unsur adil dalam sebuah transaksi akan menjadikan transaski tersebut fasid atau haram.

Apakah asuransi konvensional mengandung unsure ketidakadilan? Iya! Dimana letak ketidakadilannya itu? dalam asuransi konven ada istiah “dana hangus”. Setidaknya (jika saya salah, silahkan dikoreksi) pada beberapa keaadan “dana hangus” akan berlaku: (1) peserta mundur. Ketika peserta memundurkan diri baik karena sudah tidak sanggup membayar premi atau Karena hal lain dan peserta melum berhak mendapatkan klime maka seluruh premi yang telah disetorkan akan hangus, dengan kata lain semua itu menjadi milik perusahaan, total!; (2) jika telah sampai reserving period sementara peserta belum dapat mengajukan klime maka semua dana premi yang disetorkan peserta hangus, dengan kata lain menjadi milik perusahaan (sadis!).

Demikian saudara sekalian, inilah beberapa hasil ‘penelajangan’ asuransu konvensional dari kacamata muamalah islam dengan menggunakan beberapa indikator yaitu riba, gharar dan ketidakadilan. 

Tanggapan klasik yang biasanya muncul dalam setiap tulisan saya khususnya tentang komparasi syariah vs konvensinal seperti ini: “ah, sama aja. Syariah Cuma diajdiin topeng bair laku, padahal mah ujung-ujungnya sama aja. Bahkan lebih parah yang pake embel-embel syariah. Ribet pula!”.

Melalui media ini untuk kesekian kalinya ingin kukatakan: “saudaraku, kita adalah muslim. Dan keislaman kita dapat diukur dari seberapa banyak ajaran islam yang mampu kita terapkan dalam kehidupan kita. Dan islam adalah agama yang syumul atau lengkap dan komprehensif. Tidak hanya mengatur tentang sholat, wudhu, dan sejenisnya. Tapi juga mengatur tentang transaksi keuangan dan prekonomian. Rasulullah saw adalah seorang ahli ibadah tapi juga seorang ekonom sejati, ekonom robbani yang menjunjung tinggi etika-etika bertaransaksi seperti menghindari riba, gharar dan ketidakadilan. Belia dengan sangat keras dan tegas melarang unsure-unsur tersebut. Lalu jika memang lemabaga-lembaga keuangan syariah di negeri kita kini belum mampu sepenuhnya menerapkan prinsip syariah maka sikap kita harusnya ikut berkontribusi agar ke depan mereka (LKS) dapat menerapakan prinsip syariah dengan total dan sempurna. Bukan justru menjelek-jelekan atau menghina. Ada sebuah kaidah fikih yang megatkan (koreksi jika bahasa arabnya kurang tepat) ma la yudraku kulluh ya yutraku kulluh- sesuatu yang belum dapat diterapkan sepenuhnya (seluruhnya) tidak berarti meninggalkan keseluruhannya”.

Semoga mencerahkan. Jika ada kebenaran dalam tulisan ini, sumbernya dari Allah, jika ada kesalahan maka itu bersumber dari saya pribadi.

Wallahua’la wa a’lam.

AGAR UAS TERASA LEZAT

Sorry, hanya untuk saling mengingatkan. Khususnya yang sedang UAS. Semoga tetap terjaga niat utama dalam menuntut ilmu. Sehingga kelezatan ilmu benar-benar kita rasakan. Dan setiap detik kita pun semakin terasa, semakin bermakna. Semangat ya om tante.

Tetap fokus bahwa al-Maqsud dari setiap ibadah (termasuk menuntut ilmu) adalah Allah. Ada pun Al-Mau'udnya sudah jelas, insyaAllah sesuai dengan ikhtiar kita. Yang belajrnya males-malesan, almau'udnya nilai biasa saja atau jeblok, yg ikhtiarnya maksimal, insyaaallah al-mau'udnya nilai yang maksimal juga :)

Nilai, prestasi, sanjungan dan lainnya, semuanya adalah alam (makhluk). Jika itu semua yang kita tuju (kita jadikan almaqsud) dalam semua proses ibadah ini, maka kita akan berputar-putar dari alam ke alam, tidak akan pernah sampai (wushul) kepada Pencipta Alam (Allah), jika tak sampai maka mana mungkin kita dapat menjumpai-NYA?!. Padahal setiap saat kita meminta 'perjumpaan' dengan-NYA.

Dalam hal ini, Ibnu Atahillah menasihati kita:

“Jangan kaupergi dari satu alam ke alam yang lain sehingga kaumenjadi seperti keledai penggilingan yang berputar-putar, tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak. Namun, pergilah dari alam menuju Pencipta alam. “Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan. (QS. Al-Najm:42)”.

Salam santun untuk para pemburu ilmu,
MZ

RIBA, KELEZATAN SHOLAT, KEHARMONISAN RUMAH TANGGA, TERKABULNYA DO’A DAN KESUKSESAN BISNIS

Senin, 05 Januari 2015


RIBA, KELEZATAN SHOLAT, KEHARMONISAN RUMAH TANGGA, TERKABULNYA DO’A DAN KESUKSESAN BISNIS

(Multazam Zakaria, Islamic Econonomics Forum SEBI)

Bismillahirrahmanirrahim. Alhhamdulillah wassholatu waasalamu ‘ala Rasulillah. Akhir-akhir ini saya mulai ‘agak’ sering menulis tentang Riba, Bunga dan Bank. Alhamdulillah, banyak yang merespon positif, tapi juga ada yang merespon ‘skeptis’.

Memang benar tidak mudah dan tidak semudah yang kita ucapkan tentang penerapan hukum syariah khususnya dalam transksasi keuangan di sektor perbankan dan non bank. Seringkali apa yang terjadi di lapangan (bank syariah) tidak sesuai (belum sepenuhnya) dengan syariah. Hal ini yang menyebabkan masyarakat menjadi skeptis dengan bank syariah dan diksusi-diskusi atau pun tulisan tentangnya. Sehingga saya sering temukan komentar seperti: “ah, sama saja”, “syariah hanya embel-embel saja”, “tidak ada bedanya, bahkan bank syariah lebih tinggi bunganya”, “kata syariah Cuma untuk meningkatkan keuntungan saja” dan sejenisnya.

Pertama saya ingin menganggapi gejala skeptisme sebagaimana tergambar di atas. Skeptisme (kehilangan harapan dan kepercayaan) sendiri dalam bukan bagian dari ajaran islam. Sudah sangat jelas dalam sebuah ayat Al-Qur’an Allah berfirman: “.. Janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah. Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir”. Saya sendiri mengakui bahwa kondisi nyata di bank syariah memang belums epenuhnya syariah atau belum seideal konsep-konsep transaksi keuanga dalam islam. Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi dakwah yang patut kita perjuangkan, semampu kita. Bagaimana cara memperjuangkannya? Bisa dari dalam dan bisa juga luar: (1) dari dalam, tenta saja ini dengan cara masuk ke dalam sistem. Berada di posisi-posisi startegis dalam pengambilan kebijakan dan arah gerak perbankan. Tentu saja untuk memperjuangan dari dalam kita membutuhkan SDM yang mumpuni baik teori, praktek dan ‘ideologi’; (2) dari luar. Saya kira ini cukup menarik dan terbuka lebar bagi siapa saja, bagi masyarakat umum. Dalam sebuah diskusi bersama Pak Ali Sakti, MEc (Peneliti BI) beliau mengungkapkan: “untuk menciptakan pasar kita hanya perlu menciptakan demand (permintaan)”. Maksudnya apa? Untuk mewujudkan perbankan syariah yang semakin kokoh hendaknya ummat islam memiliki kesadaran untuk turut serta membangun perbankan syariah dengan menjadi bagian darinya. Bukan justru memandangnya sebelah mata.

Tapi kita tidak akan bicara jauh tentang itu. dalam kesempatan ini kita akan bicara betapa dahsyat pengaruh riba dalam segala sendi kehidupan kita: spritual, finansial dan sosial. Lewat ini saya untuk kesekian kali ingin teguhkan betapa riba bukanlah hal sepele yang bisa diselesaikan hanya dengan ucapan: “ah, sudahlah. Syariah dan konvensional sama saja”. Tidak!

Riba menjadi slah satu tema mayor dalam muamalah Islam. Betapa Al-Qur’an begitu komprehensif berbicara tentang riba sampai merincikan tahapan-tahapan pengaharamannya, begitu juga dalam hadits-hadits Rasulullah saw. Ini menunjukkan betapa riba menjadi bahasan yang sangat penting, bahkan ‘disetarakan’ dengan bahasan tentang zina sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan: “Jika riba dan zina sudah ramai di sebuah negeri, maka mereka telah mengahalalkan azab Allah menimpa negerinya”.

Seharusnya ini menjadikan riba tidak asing dari masyarkat, tapi justru riba menjadi tema yang sangat jarang dibahas dalam materi-materi ceramat atau khutbah.

Jika kita terus ‘menikmati’ riba atau bunga maka itu akan membuat harta yang kita miliki tercampur dengan hal yang haram. Bayangkan betapa ‘mengerikan’ jika harta kit ayang tercampur ‘uang haram’ tersebut kita gunakan untuk membeli makan, minum dan menafkahi keluarga. Itu semua akan berpengaruh kepada ‘kelezatan’ kita dalam sholat, keharmonisan dalam rumah tangga, kesuksesan bisnis dan lainnya.

Lihat saja misalnya Abdul Al Wahhab Al Sya’rani dalam Buku Meniti Jalan Surga Bersama Orang-Orang Suci mengemukakan: “ Makanan halal adalah energi untuk meningkatkan semangat berbagai hal. Semangat hidup bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Semangat belajar bergantung pada makanan yang dimakan. Bahkan, ketajaman tulisan seseorang bergantung pada kualitas makanan yang dia konsumsi saat menulis“

-Riba dan Kelezatan Sholat

Bagaimana hubungan riba (bunga) dan sholat?
Suatu saat, Al Tsauri ditanya mengenai keutamaan shaf pertama dalam salat berjamaah, sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah saw. Dia menjawab “Periksa dulu makananmu! Sebab, jika makananmu halal, di mana pun shaf salatmu, engkau pasti mendapat keutamaan, Sebaliknya, jika makananmu haram, engkau akan mendapat siksa dan murka Allah meski salatmu di saf terdepan“. Orang yang ibadahnya pas-pasan namun sangat menjaga kesucian hatinya, keheningan pikirannya, kebersihan hartanya, Insya Allah dia bisa melesat kedudukannya di sisi Allah.

Perhatikanlah sabda Rasul saw: “Shalat tidak diterima tanpa bersuci & tidak pula shaqadah yang dari kecurangan akan diterima.” (HR. Muslim)

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di dalam lambungnya terdapat makanan haram”.

Wahab bin al-Warad berkata: “Jikalau kamu menjalankan ibadah selama pasukan ini pergi maka sedikitpun tak bermanfaat untukmu sehingga engkau lihat apa yang masuk ke dalam perutmu”.

-Riba dan Keharmonisan Rumah Tangga

Telah sampai pada kita betapa para sahabat mengagumi rumah tangga Suraikh yang terlihat sangat harmonis. Padahal Suraikh tidak kaya, beliau hanya seorang pengumpul kayu bakar llau dijualnya untuk menfkahi kelaurganya. Tapi selama 16 tahun berkelurag, para sahabat belum pernah menyaksikan keluarga Suraikh cekcok. Para sahabat kagum karena menyaksikan kehidupan dalam rumah tangga Suraikh begitu harmonis. Padahal ia tergolong miskin. Sumber nafkahnya hanya dari hasil mengumpulkan kayu bakar yang kemudian dijual,. Tapi semalam 16 tahun hidup berumah tangga tidak pernah cekcok. Para sahabat beratnya: “wahai Suraikh, apakah rahasiamu dalam berumahtangga sehingga tetap harmonis?” Suraikh menjawab antara lain “Setiap saya berangkat meninggalkan rumah selalu dilepas oleh isteri saya dengan pelukan sambil berpesan, ’Suamiku jangan ambil kepunyaan orang lain‘”.

Kisah Suraikh di atas menunjukkan betapa berpenagruhnya sumber pendapatakan seorang suami untuk menafkahi keluarganya. Pesan istri Suraikh menunjukkan betapa sang istri sangat hati-hati dengan nafkah yang haram, yang nantinya akan digunakan untuk memebli makanan dan minuman.

Perhatikanlah dua hadits Rasul saw berikut ini:
“Sesungguhnya banyak orang beraktifitas pada harta Allah dengan tidak benar maka mereka berhak mendapatkan neraka di hari kiamat.”
 “Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram.”

-Riba dan Keuksesan Bisnis

Betapa ‘mengerikannya’ jika bisnis kita besar dari pinjaman berbungan (riba). Bisnis kita besar dari sesuatu yang haram. Al Qadir Al Izzi berkata “Semakin sering ia memikirkan cara mencari harta halal, semakin sering ia memikirkan cara meningkatkan amalnya. Semakin sering ia mencari harta haram, semakin banyak ia melanggar aturan Allah“.

Mari kita coba ulang kisah dari Murad Khan Hasan. Ia menuturkan bahwa seluruh Faris di daerah Mesir sedang terserang hama belalang. Lantas ia memberitahu temannya Qiwan al Mulk, bahwa hama belalang juga telah menyerang seluruh ladang pertaniannya di daerah Fasa. Selanjutnya Murad Khan dan Qiwan berangkat ke sana untuk mengecek secara langsung. Ternyata benar berita itu. Yang menarik, ada sebidang ladang milik seorang petani, masih nutuh. “Milik siapa ladang ini ?“. tanya Qiwan kepada salah seorang petani yang kebetulan ada disitu. “Milik si Fulan, tukang tambal pakaian di pasar”,  jawabnya. “Mohon bantuan Anda untuk memanggilnya kemari”, pinta Qiwan. Atas bujukan orang itu tadi, si Fulan bersedia datang menemui Qiwan. “Saya ingin tahu, apa resepnya sehingga ladang Tuan tidak diserang hama belalang ?”, ujar Qiwan. Setelah berdiam sejenak, si Fulan berkatata “Pertama aku tidak pernah makan milik orang lain secara tidak sah sehingga belalang juga tidak ingin memakan milikku. Kedua, aku selalu mengeluarkan zakat dari hasil tanamanku, setelah tananamku itu aku petik. Kuberikan zakat itu"

Barangkali kisah sang petani di atas tidak secara langsung menggambarkan hubungan riba dengan hasil ladangnya. Tapi kisah di atas menunjukkan betapa keberkahan menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi kesuksesan ladangnya. Ia tidak memakan harta orang lain secara tidak sah (haram) dan juga tidak pernah lupa mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya.

Paling  tidak kisah di atas dapat menginspirasi kita bagaimana menghadirkan keberkawhan dalam bisnis. Dan salah satu pemusnah keberkahan dalam bisnis adalah sumber dana yang tercampur dengan yang haram seperti bunga. Seorang sahabat berkata: “keberkahan adalah keuntungan yang berlipat-lipat”.

-Riba dan Tidak Terkabulnya Do’a

Satu ketika Sa’ad bin Abi Waqash berkata “Ya Rasulullah, doakan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan doanya“ Rasulullah saw bersabda “Perbaikilah mananamu ( makanlah makanan yang halal ) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya“ ( HR.Thabrani ).

Beberapa indikator di atas paling tidak mewakili indikator-indikator lainnya yang berhubungan dengan riba atau bunga. Sejumlah uraian di atas menunjukkan betapa dhasyatnya pengaruh riba terhadap kehidupan seseorang. Yang tidak hany sebatas meninggalkan larangan, tapi berkait erat dengan sisi spritual, sosial dan financial seseorang.

Semua yang benar dari tulisan ini bersumber dari Allah, dan segala yang salah berasal dari diri saya sendiri.

Wallahua’la wa a’lam.

Perjalanan Eufoni Cinta Multazam Zakaria

Sabtu, 03 Januari 2015


PERJALANAN EUFONI CINTA
(Juni 2014 - Januari 2015)

Alhamdulillah wassyukru lillah. Allah beri saya banyak keajaiban melalui perantara Eufoni Cinta. Allah izinkan saya bersilaturrahim dengan orang-orang yang tak pernah saya sangka. Sekitar bulan Juni 2014 Eufoni Cinta saya terbitkan melalui sebuah penerbit indie di Bandung. Sejak itulah mulai banyak yang dapat menikmati kecil yang berukuran 14cm x 10 cm dengan jumlah halaman ix+153.

Eufoni Cinta (EC) awalnya hanya kumpulan catatan dalam perjalanan rasa. Ia berusaha memasuki segala ruang kehidupan, memberikan pemaknaan. Karena memang cinta tidak memiliki batasan waktu dan ruang, ia mampu singgah kapan dan dimana pun ia berkehendak.

Ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting hingga EC bisa dinikmati oleh sejumlah orang. Di bagian “Siapa di Balik Eufoni Cinta” saya akan coba kenalkan siapa saja beliau.

Hari ini, Sabtu 3 Januari 2015 saya mendadak ‘melankolis’ lalu meminta izin untuk curhat di grup whatsapp kelas. Inti curhat saya tentang ‘kegelisahan’ saya terkait dengan buku saya “Eufoni Cinta”. Ada beberapa hal yang membuat saya gelisah. Pertama, sejumlah pembaca memberikan apresiasi dan testimoni yang sangat luar biasa. Dalam hati saya berkata: “bagaimana kalau seandainya yang dikatakan orang tentang Eufoni Cinta bukan yang sebenarnya?”. Kedua, mendapat sejumlah apresiasi yang sangat luar biasa membuat saya merasa tidak layak dan tidak pantas untuk mendapatkannya. Paling engga, itu inti curhat saya.

Hari ini misalkan, seorang sahabat sebut saja namanya Irma melalui BBM berkomentar tentang EC: “Aku udah baca buku Eufoni Cinta, ka. Bagus! Walaupun bukunya kecil tapi isinya begitu besar. Banyak pelajaran yang dapat aku ambil. Buku ini menginspirasi aku untuk terus menulis. Ga perlu bahasa yang berlebihan. Ringan dan bermakna lebih mengena”.

Akhirnya saya forward komentar di atas ke grup kelas. Saya merasa, apa iya EC seperti itu? Aku masih belum percaya bahwa EC begitu. saya meminta teman-teman kelas berkomentar dengan penuh kejujuran tentang EC. Akhirnya seorang teman sebut saja namanya Cinthia Dewira merespon: “menurut aku pribadi emang bener kok bukunya tochy banget, simple tapi sampai ke pembacanya. Saran aku buat Azam, berhenti bertanya dan belajrlah untuk mengahrgai usahamu dan apa yang udah kamu raih”.

Lalu disusul oleh seorang sahabat bernama Hilwa Rahmi El-Maftuh : “Walapun gw ga suka sastra, tapi memang ada beberapa bagian di dalam buku itu yang menurut gw bagus dan ‘touchy’ kalau kata cinthia”.

Dilanjutkan oleh seorang sahabat sebut saja namanya Sofik Emeraldy S : “kalau menurut saya pribadi sih tentang EC: ketika saya mulai membacanya seolah seperti sedang bertamasya ke sebuah tempat yang baru nan indah, dan di tempat itulah saya menemukan kunci untuk membuka pintu dan di dalam pintu itu menemukan cahaya hikmah. Dan menurut saya bahasa yang digunankan EC itu bahasa sastra yang ringan tapi ngena. Beda sama buku-buku puisi yang pernah kubaca seperti karya ***** agak-agak susah dipahami dan berbau filsafat gitu”.

Nah, itu dia beberapa komentar tentang EC hari ini. Setiap kali orang mengatakan sesuatu yang baik tentang EC, saya selalu katakan: Jika ada kebaikan di dalamnya, itulah ALLAH. Tapi jika ada kesalahan dan kekeliruan, itulah saya. Jika anda memuji kebaikan yang ada di dalamnya, maka pujilah ALLAH.

Juga saya ingin tulis lagi komentar sejumlah orang yang telah membaca EC, berikut:

“Ketika membacanya,  rasanya saya seperti sedang mengarungi sungai yang jernih airnya dengan rakit, asyik berkelak kelok lewati kebun penuh bunga permai, dan sesampai di muara kutemukan mutiara hikmah yang bening berkilau dan penuh keindahan. Layak dijadikan mahkota raja-raja.

Selamat putraku , puisi-puisimu adalah ilham dari alam surgawi untuk pencerahan dan kepuasan setiap jiwa yang dahaga”. (Syeikh Dr. Dhiyauddin Hafizahullah- Emdeka Saka Guru)

“Saya sudah membaca karya yang membuat saya tidak bisa beranjak untuk meninggalkannya sejenak, meski selembar pun. Lembaran demi lembarannya seakan berdialog dengan hati saya. Indah. Benar-benar mengisi ruang kehidupan yang selama ini penuh dengan gelisah. Terima kasih sudah menghadirkan karya yang banyak manfaatnya ini”. (Wulan Lan, Mahasiswi Akhir Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya)

“Cerdas, menyentuh, dan ilahi banget tapi tetap romantis. Salut sekali penulis semuda Azzam bisa sangat dewasa dalam menyampaikan pesan-pesan kebenaran yang dikemas indah. Saya tenggelam dalam kesadaran yang saya tulus menerimanya”. (Taufik Akbar, Ketua Islamic Economics Forum SEBI)

“Penulis cerdas. Di setiap judulnya mampu membuat saya seolah-olah mengeja diri saya sendiri.  Hanyut terpukau saat membacanya”.
(Rahmi SM, Owner #airkangenjkt)

“Karya yang tak main-main! Setiap kalimat yang hadir dalam #EufoniCinta; rasanya tak seperti sedang membaca naskah. Bayangan para tokoh turut hadir menyelinap pada hipnotis diri. Setiap kalimat satu dengan yang lainnya tak menjadikan kita seperti sedang didikte; larut bersama kekhusyuan. Recomended!”.
( Fitri Herni Anggraeni, Penulis Buku-buku Antologi)

“Mengalir, menerka dan terhanyut. Seperti sedang memutar film pendek. Such a precious masterpiece! Kata yang pantas untuk karya ini, dilihat dari penggambaran cerita dan pemberian nasihat sekaligus. Satu paket pengingat yang sederhana dan indah”. (Athifah Dardewantara)

“Tentang sebuah kisah perjalanan hati, jiwa dan raga. Begitu menginspirasi bagi pembacanya. Iya, inilah isyarat hati yang begitu mendalam”. (Afifah Kamila)

“Penulis yang luar biasa. Setiap kata demi kata saya merasakan kelezatan iman yang luar biasa, selalu mengahdirkan Sang Ilahi di setiap tulisannya. Saya hanyut terpukau dibawanya berlabuh ke singgasana-Nya. Buku ini wajib dibaca oleh siapa pun yang merindukan keindahan dan keromantisan cinta dari Sang Pemilik Segalanya. Selamat Sahabat, kautelah berhasil menghipnotis jiwa-jiwa dahaga dengan pesan-pesan kebenaran yang kaukemas sangat indah”. (Vrylen'z Sheeny)

“Keren! Tulisan yang ringan tapi sangat mengena. Banyak pesan yang terselip tanpa disadari”. (Nurindah)

“Sebuah karya yang memukau pembaca dalam memaknai sebuah persahabatan, disampaikan dengan gaya bahasa yang indah. Bangga menjadi sahabat penulis”. ( Siti Nur'aini Wahdah Wirawan)

“Penulis Muda yang berbakat, dengan gaya bahasa yang memikat, penulis mengajak kita mengenal ‘who am I?’ dan memahami makna persahabatan. Membaca buku ini menyadarkan kita betapa pentingnya menyelami diri sendiri”. (Mulyadi)

“Tiap bait yang dirangkai penulis selalu mampu menyulam sesimpul senyum”. (Syafa Atul Udzmah, Komikus)

“Pada penggalan-penggalan kata yang kauukir dalam bait-bait cinta, bagiku tidaklah sekedar Eufoni Cinta, melainkan bahasa rasa yang terejawantahkan lewat kelihaianmu memainkan kata. Sesungguhnya, setiap desiran getar cinta sulit dibahasakan lewat kata, tapi kautelah mampu menuangkannya dalam untaian aksara” (Fihiruddin Pensil , Pegiat Seni dan Budaya)

“Penulis Eufoni Cinta, Multazam: tidak hanya mengaji dan membaca, tapi mengeja dan memahami aksara cinta. Mungkin saja ia menjadi lakonnya”. (Maman Abdullah, Dosen Bahasa universitas Teknologi Sumbawa)

“Alhamdulillah, saya merinding baca bukunya. Mata saya juga ikut berkaca-kaca, menyentuh sekali. Saya suka!” (Dea- Teman facebook)

“Membaca bait-bait Eufoni cinta, aku serasa mendapatkan sayap yang kemudian membawaku terbang menuju menuju samudra luas tak bertepi dan diri ini bagai sebutir debu bahkan lebih kecil dari itu. tidak ada yang patut untuk disombongkan. Terimakasih Saudara Multazam Zakaria yang sukses membuat air mata saya mengalir dan mengantarkan saya pada sebuah pemahaman dan kesadaran diri.” (H. Abdurrahaman, Karyawan CV. Almadani)

“Eufoni Cinta. Membaca judulnya saja indah. Dirangkai dengan kata-kata luar biasa yang meyejukkan dan membuat kita berkata dalam hati: “ya itu benar”, “wow tepat sekali seperti yang aku alami dan rasakan”, “persis, memang seharusnya begitu”. Buku ini penuh dengan tuturan bagiamana kita mengharap, mendiktekan, emnajga dan memperindah tentang cinta sejati tanpa ahrus melanggar syariat. Buku ini juga wakil dari pencari cinta yang hakiki. Dari perantau kepada kampung halamannya. Dari anak kepada ibunya. Dari seorang hamba kepada Tuhannya”.  Mia Siti Nurazizah, Mahasiswi Ondokuz Mayis Universitesi Turki).

“Azzam, sesungguhnya masih ‘bocah’. Namun saya melihat Rumi dan Gibran bersenyawa. Eufoni vinta buktinya!” (Syarif Husni, Ketua FLP Mataram)

Aduh, ternyat panjang juga ya. Masih bayak hal yang perlu saya tuliskan tentang perjalanan EC dari Juni 2014-Januari 2015. Siapa saja di balik EC, bagaimana asal mula, dan banyak hal lagi. Nanti saya lanjutkan di tulisan berikutnya.

Seluruh royalti dari penjualan Buku Eufoni Cinta dipergunakan untuk pembangunan Pusat Pembibitan Penghafal dan Pemangku Al-Qur’an Al-Madani Lombok Timur-NTB. Sehingga, Buku Eufoni Cinta diharapkan dapat menjadi amal jariah yang tak terputus pahalanya bagi penulis, pembeli, donatur dan siapa saja yang terlibat dalam proyek kemanusiaan ini.

Demikian dulu perjalanan EC Part#1.
Terimkasih atas semua sahabat,

Allahlah satu-satunya pemilik kebaikan dan segala sifat yang layak dipuji.

Wasalamu'alaikum wr wb.

Pemerintah Konversi Bank BUMN Menajdi Bank Syariah

Kamis, 01 Januari 2015

 7 Hal untuk Semua Saudaraku dari Agama mana pun

Dear,
Semua saudaraku dari agama apa pun.

Di tahun 2015 ini semoga kita sudah lebih baik, lebih berkah dan lebih bahagia.

Ada beberapa hal yang hendak kusampaikan disini:

Pertama, Indonesia adalah negara agama, siapa yang tidak beragama maka tidak ada tempat baginya di indonesia. Maka tidak heran jika semangat 'agama' menjadi pondasi paling pertama negara ini sebagaimana dalam sila ke-satu dinyatakan: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebelum para founding father kita menuliskan kosa kata-kosa kata lainnya dalam pancasila kita, pertama yang ditulis adalah kosa kata "ketuhanan".

Kedua, pokok pikiran bangsa indonesia yang kedua adalah: kemanusiaan yang adil dan beradab. Bung Hatta adalah salah satu sosok pelopor yang menyatakan bahwa pembangunan terpenting dalam negara ini adalah membangun manusianya. Dan pokok inti dari membangun kemanusiaan ini adalah "adil dan beradab". Implementasi dua pokok inti pembangunan ini tentu tidak hanya dengan konsep demokrasi politik, tapi Hatta mencetus "demokrasi ekonomi". Demokerasi politik tidak akan berlansung tanpa demokrasi ekonomi.

Ketiga, untuk meruncingkan kedua poin di atas: agama dan kemanusiaan yang adil dan beradab serta kaitannya dengan sistem ekonomi, saya coba pertebal: (1) agama adalah pokok pikiran dari bangsa ini, sehingga salah besar jika memisaahkan antara agama dan negara; (2) konsep dasar pembangunan kemanusiaan dan ekonomi yang dicetuskan oleh para founding father kita di dalam pancasila sangat sejalan dengan konsep-konsep pembangunan dalam perspektif agama; (3) sehingga "kemanusiaan yang adil dan beradab" juga harus diimplementasikan dalam pembangunan ekonomi; (4) bagaiamana dengan konsep bunga yang sudah menjadi gurita dalam prekonomian kita? Agama Islam sudah sangat tegas melarang bunga karena TIDAK ADIL dan Zhalim (tidak berADAB) (QS Albaqoroh: 275-279), Agama Yahudi melarang keras praktek bunga (Kitab Perjanjian Lama Pasal 22 ayat 25), Agama Nasrani mengecam bunga dan memasukkannya ke dalam perbuatan tidak terhormat (tidak berADAB).

Dari ketiga poin di atas, sudah sangat jelas bahwa Pokok Pikiran Bangsa Indonesia: Ketuhanan (agama), adil dan beradab menentang sistem bunga/riba yang kini sudah menggurita dalam prekonomian kita.

Keempat, praktek bunga tidak hanya di perbankan. Tapi justru terjadi juga dala transaksi-transaki ekonomi masyarakat akar rumput. Sehingga perjuangan "mengembalikan" sistem prekonomian indonesia yang tanpa riba dalam sektor perbankan adalah salah satu ikhtiar kita, bukan satu-satunya.

Kelima, sistem ekonomi syariah (yang juga sesuai dengan ajaran nasrani dan yahudi khususnya tentang bunga) menjadi alternatif sistem ekonomi yang paling tepat dan sesuai dengan pokok pemikiran pembangunan kemanusiaan dan prekeonomian Indonesia.

Keenam, oleh karena itu perlu ada ikhtiar yang signifikan untuk memperjuangan sistem ekonomi (syariah) ini. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan organik, karena akan sangat lambat.

Ketujuh, para pakar mengusulkan bahwa salah satu ikhtiar 'anorganik' yang bisa dilakukan adalah: pemerintah mengkonversi salah satu BANK BUMN (BNI, MANDIRI, BRI) menjadi Bank Syariah. Dengan estimasi pertumbuhan market share sekitar 20%.

Demikian 7 poin yang hendak saya sampaikan, semoga mendapat perhatian dan dukungan dari saudaraku semuanya, dari agama apa pun.

Jiak saudara peduli dengan Indonesia, jangan lupa like, komen dan share tulisan ini untuk sahabat-sahabat saudara.

Terimakasih dan Mohon Maaf.

Salam Nasionalis Religius,
Multazam Zakaria, Islamic Economics Forum Stei Sebi