Pages

Sudah Syariahkah Perbankan Syariah di Bangladesh?

Minggu, 08 November 2015

Sudah Syariahkah Perbankan Syariah di Bangladesh?
Oleh: Argiansyah Junaedi
 
Bank adalah suatu institusi yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan di salurkan kembali dalam bentuk kredit. Menurut Dr. B.N. Ajuha bank adalah tempat menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya dapat lebih produktif untuk dapat keuntungan masyarakat. Syariah berasal dari bahasa Arab yaitu hukum islam, juga dikenal sebagai hukum Allah. Istilah syariah berasal dari kata kerja yaitu Shara’a yang menurut Al-quran menghubungkan “hukum rohani” (05;48) dan “sistem hukum illahi; cara keyakinan dan praktik” (45:18) dalam Al-Quran (Omar, 2010). Dari penjabaran tersebut dapat di simpulkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang kegiatannya mengacu pada hukum islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang diterima maupun yang dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian yang dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syariat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariat islam.

Dalam menjalankan operationalnya yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional ialah kepatuhan syariah, karena tidak ada bank syariah yang dapat berfungsi tanpa kepatuhan syariah. Jika hal itu terjadi maka tidak dapat di akui sebagai bank syariah. Namun, dalam beberapa kasus bank syariah di Bangladesh tidak dapat menjalankan operational bank syariah sesuai syariat islam karena sistem ekonomi, peraturan pemerintah, kurangnya pengetahuan dan keseriusan karyawan, kurangnya penelitian dan pengembangan, serta kurangnya aturan dan peraturan yang memadai.

 
Permasalahan tersebut di ukur dan di buktikan dengan beberapa variable, diantaranya:
1.      Pentingnya Syariah Islam
Pada umumnya bank syariah di Bangladesh rata-rata 76,05 persen sangat setuju dan 22,16 persen setuju bahwa bank syariah dalam melakukan aktivitas perbankan syariah prioritas utamanya ialah kepatuhan syariah. Namun, di sisi lain 28,14 persen karyawan berpendapat bahwa otoritas yang lebih tinggi tidak mengatur terkait program atau pelatihan yang dapat memberikan wawasan tentang syariah kepada karyawan. Sedangkan karyawan di bank syariah yang menjadi sampel penelitian membutuhkan lebih banyak pelatihan tentang syariah untuk mengupgrade pengetahuan syariah mereka. Kondisi ini sebenarnya sangat memprihatinkan karena petugas bank syariah yang mempunyai peran langsung dalam menjalankan bisnis perbankan syariah ternyata mereka minim pengetahuannya tentang syariah. Hal ini juga terjadi pada perbankan syariah Indonesia, sebagian besar sumber daya manusia yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini bukan merupakan sumber daya manusia yang mengerti dan paham tentang syariah. Kemudian Dewan Pengawas Syariah yang ada di Indonesia pun tidak mempunyai kekuatan atau power dalam pengawasan syariah pada bank-bank syariah di Indonesia sehingga masih terdapat bank syariah yang lemah dalam pengawasan.


2.      Hambatan Untuk Kepatuhan Syariah
Kebijakan yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini pemerintah dan Bangladesh Bank sangat mempunyai peran bagi operational perbankan syariah di Bangladesh. Fakta membuktikan 0.883, 0.780, dan 1.058 persen menyatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bangladesh Bank menghambat ruang gerak kepatuhan syariah di perbankan syariah Bangladesh karena sistem perekonomian di Bangladesh sebagian besar masih menggunakan bunga. Kondisi ini juga terjadi di perbankan syariah Indonesia, kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia cenderung tidak mendukung perbankan syariah. Sehingga perbankan syariah sulit berkompetesi dengan perbankan konvensional.


3.      Syariah Audit Syariah Compliance
Audir syariah adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa kapatuhan syariah berjalan secara efektif dan tidak bertentangan dengan syariat. Fakta yang terjadi pada bank syariah di Bangladesh mengungkapkan bahwa sistem audit syariah saat ini tidak cukup untuk memastikan kepatuhan syariah karena kurangnya auditor yang berpengetahuan, kurangnya logistik yang memadai, kesalahpahaman antara muraqibs dan pejabat, dll. Hal yang sama juga terjadi di perbankan syariah Indonesia, misalnya audit internal yang terdapat pada perbankan syariah di Indonesia hanya sebatas mengaudit dan memberikan opini terhadap kewajaran suatu laporan keuangan saja. Kinerja audit internal belum mencakup aspek khusus yang membahas secara detail kepatuhan syariahnya, hal ini penting dilakukan agar setiap transaksi yang terjadi pada bank syariah tetap sejalan dengan aspek syariah.


4.      Penelitian Syariah Untuk Syariah Compliance
Penelitian syariah sangat penting dilakukan oleh entitas syariah karena untuk mengupgrade perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Kemudian untuk mengembangkan pasar di daerah terpencil yang tidak bisa di jangkau oleh bank-bank syariah. Sekitar 90.12 persen karyawan setuju bahwa ada beberapa kekurangan pedoman syariah khusus membahas mengenai isu-isu perbankan modern. Sementara, 11.98 persen sangat setuju. Menuru Iqbal et al (1998) menyatakan bahwa dalam bidang penelitian bank syariah baik secara individu maupun sebagai kelompok mengahabiskan jumlah yang cukup pada penelitian dan pengembangan.

Berdasarkan temuan tersebut maka bank syariah di Bangladesh maupun bank syariah di Indonesia harus meningkatkan pengetahuan syariah bagi karyawan dan membuktikan komitmennya untuk selalu menjaga kepatuhan syariah baik dalam kehidupan pribadi karyawan, lingkungan keluarga, social dan politik. Selain itu, bank syariah harus melakukan banyak penelitian dalam mengembangkan industri keuangan syariah untuk melindungi nilai, arbitrase, swapping, dll. Salah satu hal yang paling penting ialah kita selaku masyarakat harus mendukung operational bank syariah walaupun di dalam internal bank syariah tersebut masih banyak kekurangan tetapi setidaknya kita sudah melakukan langkah pasti untuk tidak bertransaksi menggunakan sistem bunga.

Bagaimana Islam Memandang Auditing?


Bagaimana Islam Memandang Auditing?
Oleh: Dina Kartika, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Syariah, STEI SEBI Depok.

Dewasa ini, mulai banyak lembaga keuangan serta entitas syariah yang bermuculan di Indonesia. Berdasarkan penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dalam hal ini, Indonesia mengalami kenaikan dua peringkat dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 2012. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia saai ini bukan hanya tentang ekonomi konvensional, namun juga tentang ekonomi islam yang sistem dan prakteknya sudah banyak diterapkan di berbagai sektor kegiatan ekonomi.

Hadirnya sistem ekonomi islam menuntut lembaga serta entitas yang berlabel syariah untuk memiliki perbedaan dengan lembaga konvensional pada umumnya, karena lembaga syariah beroperasional didasari atas nilai-nilai syariah yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, untuk eksistensi dari lembaga keuangan dan entitas syariah, diperlukan sikap konsisten dalam menerapkan nilai-nilai islami yang berlaku. Maka disinilah letak diperlukannya sistem auditing yang islami sebagai bentuk transparansi juga pertanggung jawaban dari lembaga syariah tersebut.

Auditing menurut Al-Qur’an:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” (QS. Asy-Syu’ara: 181-184)
Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Dalam pandangan islam, praktek auditing ini haruslah didasari dengan akhlak yang baik, tidak ada unsur kecurangan di dalamnya. 

Dalam prakteknya, seorang akuntan akan membuat laporan keuangan yang disertai dengan bukti-bukti yang terkait dengan seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari pihak manajemen. Namun manajemen, bisa saja menyajikan laporan keuangan yang sifatnya sudah tidak lagi objektif demi mengedepankan kepentingan pribadi. Untuk itu diperlukan auditor independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan yang lebih objektif atas laporan keuangan perusahaan tersebut beserta dengan bukti-bukti terkait yang diperlukan. Dalam islam, fungsi auditing ini dikenal dengan istilah “tabayyun”. 

Begitu pentingnya akhlak baik diperlukan ada di dalam diri seorang auditor, sehingga terdapat landasan kode etik khusus bagi akuntan dan auditor muslim. Beberapa landasannya adalah sebagai berikut:
1.     Integritas
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya.
2.      Keikhlasan
Akuntan dan auditor harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya. Menjadi ikhlas berarti akuntan dan auditor tidak perlu tunduk pada pengaruh luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama dalam melaksanakan fungsi profesinya.
3.      Ketakwaan
Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah untuk melindungi seseorang dari perilakunya yang bertentangan dari syariah.
4.      Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna
Akuntan dan auditor tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga berjuang untuk menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya.
5.      Takut kepada Allah dalam Setiap Hal
Seorang akuntan dan auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju.
6.      Manusia Bertanggung Jawab dihadapan Allah
Akuntan dan auditor muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggung jawabkan semua perilakunya kepada Allah di hari akhir nanti. 

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa auditing dalam pandangan islam adalah dititikberatkan kepada soal pertanggung jawaban bukan hanya dengan publik, atasan, ataupun diri sendiri namun juga bertanggung jawab kepada Allah. Karena pada hakikatnya apa-apa yang telah seseorang lakukan di muka bumi, akan selalu ada perhitungannya. Maka dari itu seorang muslim diwajibkan untuk memiliki sikap tanggung jawab.

Daftar Pustaka:
Buku Auditing dalam Perspektif Islam karya Dr. Sofyan S. Harahap
Artikel Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA oleh Muliaman D. Hadad

KEBUTUHAN INDEPENDEN ANGGOTA SYARIAH DALAM BANK KOPERASI ISLAM DI MALAYSIA



Bank Koperasi adalah salah satu perantara keuangan non bank dalam sistem perbankan Malaysia (Malaysia Industrial Development Authority, 2008). Koperasi bank melengkapi bank dalam memobilitasi tabungan dan memenuhi kebutuhan keuangan perekonomian Malaysia (BNM, 2010). Bank koperasi tidak sepenuhnya bebas dari masalah tetapi mereka telah memiliki tingkat jauh lebih rendah dari kegagalan dari bank-bank komersil dan mereka tidak sistematik beresiko (Taylor, 2013). Namun Bank Koperasi Islam atau ICBS, menggunakan mekanisme tertanam dalam produk keuangan Islam, memiliki kekuatan pada ketahanan keuangan karena pembagian risiko yang lebih besar di antara para stakeholder bank koperasi (Al-Muharrami & Hardy, 2013). Ada tiga ICBS di Malaysia: Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Bhd (Bank Rakyat), Bank Persatuan Malaysia Bhd (Bank Persatuan) dan Koperasi Islamic Bank of Malaysia (ICBM). ICBS ini ditempatkan langsung di bawah pengawasan Bank Sentral Malaysia dan Komisi Koperasi Malaysia (CCM).

Dalam hal ini, independensi auditor merupakan jantung dari profesi audit. Ini elemen penting dalam menjaga kualitas audit yang berpengaruh terhadap kualitas keseluruhan dan kredibilitas pelaporan keuangan dalam ICBS. Maka, peran auditor sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik serta untuk objektivitas independensi audit profesi. Selain itu, tujuan utama dari independen syariah untuk maslahah umum (kepentingan umum) dari pada berorientasi pada keuntungan yang berlandaskan maqashid syariah sebagai tanggung jawab dihadapan Allah SWT.\

Audit profesi mengharuskan setiap auditor menjadi kompetensi dalam audit dan akuntansi, termasuk pelatihan dan pengalaman yang memadai dalam semua aspek dari sebuah kerja auditor. Sementara, kompetensi syariah adalah kebutuhan penting untuk auditor eksternal yang terlibat di sektor perbankan syariah (Uddin, Ullah & Hossain, 2013). Sejak 1970-an, isu auditor yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syariah. Dalam rangka untuk memahami dan mengaudit ICBS, sebuah auditor syariah harus memiliki pengetahuan yang baik di bidang akuntansi dan juga di syariahnya. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk investasi pendidikan di syariah, akuntansi dan audit untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam audit syariah (Rahman dan Sulaiman, 2011).

Untuk menjadi kompetitif sebagai auditor syariah, mereka harus memiliki aspek syariah dan pengetahuan akuntansi. Jika mereka tidak memiliki kualifikasi yang diperlukan, pengalaman mereka di perbankan syariah dapat dianggap pertimbangan. Dengan cara lain, sertifikasi auditor syariah akan meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan pelaksanaan audit syariah dalam industri. Sertifikasi audit syariah setidaknya mencakup lingkup audit syariah yang digariskan oleh Bank Negara Malaysia, laporan keuangan dan sistem pengendalian internal bank Islam. Isi sertifikasi juga dapat mencakup bidang kebijakan bisnis, proses dan prosedur, perhitungan zakat dan pembayaran, kontrak dan perjanjian, dan penilaian sumber daya keuangan. Hal ini telah membuktikan perlunya kebebasann total dari anggota syariah melalui auditor syariah untuk memastikan bahwa syariah compliant produk dan kegiatan dalam konteks Bank Koperasi Islam di Malaysia dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik pada ICBS.

Hasilnya, umpan balik yang diberikan oleh sebagian besar auditor syariah menggambarkan bahwa mereka telah diberi keluasan saat melakukan tugas mereka dan praktik mereka diterima oleh para pemangku kepentingan dari ICBS. Dari tanggapan mereka, auditor syariah memiliki kebijakan yang luas untuk melakukan fungsi mereka dari intervensi Komite Syariah selama proses audit.

Bukti yang diperoleh dari penelitian yang sama menemukan bahwa juga ada keterlibatan Komite Syariah bahkan pada tahap perencanaan audit. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan sebagian besar auditor setuju bahwa mereka membutuhkan pengetahuan lebih ditingkatkan dan keahlian dalam syariah audit dalam rangka meningkatkan dan menguasai proses akuntansi dan audit syariah secara independen. Auditor syariah harus menjadi anggota badan profesional yang independen untuk menegakkan independensi auditor yang mencerminkan independen syariah anggota ICBS. Anggota Syariah harus memiliki pemisahan fungsi dari auditor syariah. Dengan kata lain, harus dikembangkan kriteria tertentu untuk mengidentifikasi seseorang harus memenuhi syarat syariah sebagai penasihat keuangan Islam. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk memantau kepatuhan anggota syariah di lembaga keuangan Islam oleh badan yang profesional.

Journal of International Review of Management and Business Research Vol. 4 Issue.1-March 2015
The Need of Independent Shariah Members in Islamic Cooperative Banks:
An Study of Professional Accountants in Malaysia
By: Mohd Rodzi Ahmad And Al-Hasan Al-Aidaros.

Di review oleh: NUR HIKMAH, Mahasiswa Smt. 7, Akuntansi Syariah 2012 A
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI