Pages

Kalau Boleh Jujur

Rabu, 15 Mei 2013



Foto: Pemakaman Tuan Guru Haji 'Ismatillah (Allah Yarhamhu) Dasan Tapen- Lombok

Bojongsari- Malam Jum’at, 20 December 2012  ~ 21:39 WIB

Saudaraku…
Saya yakin, ada banyak  impian dan obsesi yang ingin kita raih dalam hidup ini. “Bermimpilah setinggi-tingginya”, begitu sering kali kita diajarkan di rumah, kelas sekolah, apalagi di kelas-kelas training dan motivasi. Pun saya juga begitu, bahkan saya masih ingat dulu semasa SMK nama akun fb saya “Multazam Sang Pemimpi”. Dan saya pun mengakui betapa penting memiliki impian dalam hidup ini.


Pun saya berharap kita telah menyusun peta hidup kita di dunia ini, seperti yang saya dan teman-teman pernah lakukan. Sebanyak apapun impian kita, yang jelas impian-impian itu tidak akan pernah terlepas dari sebuah unsur vital penyusunnya, unsur itu adalah Waktu.
Kalau boleh jujur, bisa saja daftar impian yang pernah kita tuliskan itu sebagian kecil atau mungkin sebagian banyak tidak akan pernah mmapu kita raih, bukan pada masalah ikhtiar, kesungguhan, atau proses peraihan, namun satu yang siap menjadi alas an, itulah Waktu.
Kalau boleh jujur, impian-impian kita adalah tidak lebih dari sebuah rencana yang belum pasti ketercapaiannya, waktu dan bentuknya. Namun ada satu hal yang pasti terjadi pada diri kita, direncanakan atau tidak, diinginkan atau tidak, ia tetap akan terjadi dalam kehidupan kita, namun tidak ada yang tahu kapan ia akan terjadi, yang jelas ia pasti terjadi, lagi-lagi berkaitan dengan waktu, itulah yang biasa kita sebut MATI.

Saya belum tahu kata apa yang lebih menggetarkan ketika diindra dan lebih menggetirkan ketika dirasa selain Kematian. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ketika Nabi Musa As menjalani sakaratul mautnya. Sepanjang pengetahuan saya, nabi Musa as lah yang sakaratul mautnya paling ringan diantara nabi-nabi, namun cobalah dengar apa yang diketakan beliau dalam suatu riwayat “Aku bagai seekor burung yang terpelanting ke dalam minyak mendidih, burung itu tidak mati dan tidak pula hidup”. Saya juga teringat seorang sahabat Rasul Saw yang saya lupa namanya (semoga Allah ingatkan saya) pernah berpesan agar kelak ketika ia sakaratul maut ada dari anggota keluarga yang menanyakan apa yang dapat dirasakan, maka saat beliau mengalami sakartul maut ada seorang anggota keluarga yang mengingatkannya “Hai sahabat (saya lupa namanya), dulu engkau pernah katakana jika engkau sakaaratul maut agar kami menanyaimu, maka apa yang dapat engkau rasakan sekarang?” Ia pun menjawab seperti ini “saat ini aku seakan berada di tengah-tengah dua batu penggilingan padi yang sedang berputar dengan kencangnya, tenggorokkanku tidaklah lebih besar dari lubang jarum, maka akupun sulit untuk bernafas.”.

Saya tidak mengerti lagi entah rasa apa yang akan saya rasakan kelak ketika sakaratul maut menjumpai. Entah, berapa kali lipat sakit yang akan saya rasakan dibanding rasa sakit yang dialami Nabi Musa as dan sahabat-sahabat Rasul saw.
Karena dilihat dari dimensi apapun, maka tak sebanding kita dibanding mereka. Ibadah, masih adakah yang meragukan penghambaan Nabi Musa as? Kita hanya manusia akhir zaman, tak pantas barang kali kita membanding-bandigkan diri dengan para nabi dan sahabat-sahabat Rasul saw. 

Bagaimanapun dan dengan cara apapun kita menjalani hidup ini, yang jelas nafas dan waktu tak akan pernah berhenti mengukir dan mencabik umur kita, hingga saat nya nanti takakan ada umur yang tersisa, tepatnya saat itulah KEMATIAN menjumpai kita, sekali lagi itu Pasti.
Masalahnya bukan kapan kita mati? Tapi bagaimana kita mati? Yang jelas, bagaimana kita mati nanti, itu tidak akan jauh beda dengan bagaimana kita hidup kini. Ini barang kali yang harus kita renungi.

Saudaraku..
Saya harap beberapa pertanyaan berikut ini betul-betul kita renungi, hayati dan jawab dengan suci tanpa embel-embel dusta dan kemunafikan,,,. Ulangilah sebanyak mungkin hingga pertanyaan ini betul-betul meresap ke dalam sanubari kita, hati dan fikiran kita dengan penuh kesadaran. 

Saya tidak tahu kapan maut mendatangi kita, dan dengan cara apa nyawa kita diambil. Entahlah, yang jelas kita pasti mati.
Kalau boleh jujur, bila saat ini kita sedang berada dalam sakartul maut, apakah pesan penting yang ingin anda wasiatkan kepada orang-orang yang anda tinggalkan? Ibu, ayah, kakak, adik, dan keluarga lainnya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………

Saudaraku, sekarang tuliskan sepuluh orang yang anda yakini akan hadir dalam acara PEMAKAMAN anda?
1.     
2.     
3.     
4.     
5.     
6.     
7.     
8.     
9.     
10. 
Saudaraku, amal jariah apa saja yang pernah anda perbuat yang manfaatnya akan terus dinikmati oleh masyarakat setelah anda kembali menghadapnya?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saudaraku, siapakah yang akan menziarahi makam anda?
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Saudaraku, pertanyaan terakhir adalah, apa yang TELAH, SEDANG, dan AKAN anda lakukan untuk Allah?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………


*Ini tidak lebih dari kontemplasi pribadi yang semoga dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Semoga saya dan siapa saja yang membacanya senantiasa diberikan kesadaran oleh Allah swt untuk terus mengingat dan menerjemahkan makna rahasia kematian dalam kehidupan. Amiin .
Semoga Bermanfaat :)
Multazam Zakaria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^