Pages

ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?

Rabu, 14 Januari 2015

ASURANSI (KONVENSIONAL), HARAM?
Multazam Zakaria, Ketua Umum Islamic Economcs Forum (IsEF) SEBI
-
Bismillahirrahmanirrahim. Beberapa hari lalu saya menulis tentang riba dan bunga bank. Pada kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua bertamasya ke ‘taman asuransi’. Beberapa waktu lalu SIBER-C dan ISEF menyelenggarakan agenda rutin bulanan DESK (Diskusi Ekonomi Syariah Kontemporer) dengan mengusung tema “Asuransi”.

Asuransi menjadi sangat ‘menggoda’ untuk kita ‘telanjangi’ dan analisis, khususnya menggunakan kacamata muamalat islam, karena 218 juta penduduk Indonesia beragama islam. Banyak sudut pandang dan opini yang agak menggelitik dalam ruang diskusi, tapi di sini sebagaimana saya tulis di atas kita akan lebih fokus ‘menelanjangi’ asuransi (konvensional) menggunakan kacamata mualat islam. Sehingga selepas membaca utuh tulisan ini, semoga anda akan dapat menyimpulkan tentang hukum asuransi (konvensional). Tidak hanya itu, semoga ini juga akan menjadi pertimbangan bagi anda untuk menentukan memakai asuransi konvensional atau asuransi syariah (asuransi syariah tidak akan kita bahsa di sini, edisi berikutnya, insyaAllah).
Let’s go!
Di dalam hukum muamalah (interkasi) islam ada beberapa indikator yang menjadi ukuran kebolehan dan ketidakbolehan suatu transaksi dilakukan. Diantara  indikator  yang menyebabkan tidakbolehnya (haram) suatu transaksi adalah: (1) Gharar; (2) Riba dan (3) Tidak Adil- Zhalim. Kita pake satu-satu ya!
1. Gharar
Apa gerangan makhluk yang bernama gharar itu? simpelnya adalah “ketidakjelasan yang mengakibatkan kerugian- ada yang terzalimi”, atau bisa juga disebut incomplete information.
Benarkah asuransi konvensional mengandung unsure gharar? Benar! Dimana saja letak unsure gharar dalam asuransi konvensional? Yang baru saya ketahui ada 2 hal (silahkan ditambahkan bagi yang tahu lebih) yang mengandung unsure gharar dalam asuransi konvensional: (1) Jumlah atau tempo premi yang dibayarkan. Mengapa demikian? Sebab pembayaran premi didasarkan atas usia peserta (tertanggung). Sementara usia yang mengetahui kepastiannya hanya Allah swt (Gharar bagi selain Allah). Sehingga bisa dikatakan kuantitas (jumlah premi yang dibayarkan) yang harus dibayrakan tertanggung tidak pasti jumlahnya. Jika demikian maka menjadi kuranglah salah satu rukun dalam jual beli (jual beli- karena asuransi konven menggunakan akad tabaduli) yaitu adanya kepastian harga; (2) terdapat dapat barang atau benda yang diperjualbelikan (akad tabaduli). Dalam asuransi ada istilah transfer risk yaitu yang diperjualbelikan adalah risiko itu sendiri. Sementara risiko tidak jelas (gharar) kualitas dan kuantitasnya.
2. Riba
Apa gerangan riba itu? simpelnya “alfadhlu alkhali ‘ani al-‘iwadh- kelebihan yang didapatkan tanpa ada sandaran/pengganti”. Apakah riba ini termasuk dosa besar? Oh, bukkan main. Dalam suatu hadits Rasul saw  mengatakan dosa 1 dirham riba sama denga dosa berzinna sebanyak 36 kali. Dan bahkan semua agama samawi dan para filsuf sekelas Aristotels dan Plato sepakat tentang haramnya riba.
Apakah asuransi konvensional mengandung riba? Iya! Diamanakah letak ribanya? Semua premi yang disetorkan oleh peserta menjadi milik perusahaan (kejam!) dan perusahaan berhak menginvestasikannya dimana saja tanpa adanya batasan-batasan syariah. Dan bisa dikatakan seluruh perusahaan asuransi menyimpan dan menginvestasikan dananya pada hal-hal yang berhubungan dengan riba dan bunga. Bahkan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi menunjukkan semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Mengerikan? Sangat!
3. Ketidakadilan (Dana Hangus)
Keadilan menjadi salah satu pondasi dasar dalam transaksi islam. Karena ‘ketidakhadiran’ unsur adil dalam sebuah transaksi akan menjadikan transaski tersebut fasid atau haram.
Apakah asuransi konvensional mengandung unsure ketidakadilan? Iya! Dimana letak ketidakadilannya itu? dalam asuransi konven ada istiah “dana hangus”. Setidaknya (jika saya salah, silahkan dikoreksi) pada beberapa keaadan “dana hangus” akan berlaku: (1) peserta mundur. Ketika peserta memundurkan diri baik karena sudah tidak sanggup membayar premi atau Karena hal lain dan peserta melum berhak mendapatkan klime maka seluruh premi yang telah disetorkan akan hangus, dengan kata lain semua itu menjadi milik perusahaan, total!; (2) jika telah sampai reserving period sementara peserta belum dapat mengajukan klime maka semua dana premi yang disetorkan peserta hangus, dengan kata lain menjadi milik perusahaan (sadis!).
Demikian saudara sekalian, inilah beberapa hasil ‘penelajangan’ asuransu konvensional dari kacamata muamalah islam dengan menggunakan beberapa indikator yaitu riba, gharar dan ketidakadilan.
Tanggapan klasik yang biasanya muncul dalam setiap tulisan saya khususnya tentang komparasi syariah vs konvensinal seperti ini: “ah, sama aja. Syariah Cuma diajdiin topeng bair laku, padahal mah ujung-ujungnya sama aja. Bahkan lebih parah yang pake embel-embel syariah. Ribet pula!”.
Melalui media ini untuk kesekian kalinya ingin kukatakan: “saudaraku, kita adalah muslim. Dan keislaman kita dapat diukur dari seberapa banyak ajaran islam yang mampu kita terapkan dalam kehidupan kita. Dan islam adalah agama yang syumul atau lengkap dan komprehensif. Tidak hanya mengatur tentang sholat, wudhu, dan sejenisnya. Tapi juga mengatur tentang transaksi keuangan dan prekonomian. Rasulullah saw adalah seorang ahli ibadah tapi juga seorang ekonom sejati, ekonom robbani yang menjunjung tinggi etika-etika bertaransaksi seperti menghindari riba, gharar dan ketidakadilan. Belia dengan sangat keras dan tegas melarang unsure-unsur tersebut. Lalu jika memang lemabaga-lembaga keuangan syariah di negeri kita kini belum mampu sepenuhnya menerapkan prinsip syariah maka sikap kita harusnya ikut berkontribusi agar ke depan mereka (LKS) dapat menerapakan prinsip syariah dengan total dan sempurna. Bukan justru menjelek-jelekan atau menghina. Ada sebuah kaidah fikih yang megatkan (koreksi jika bahasa arabnya kurang tepat) ma la yudraku kulluh ya yutraku kulluh- sesuatu yang belum dapat diterapkan sepenuhnya (seluruhnya) tidak berarti meninggalkan keseluruhannya”.
Semoga mencerahkan. Jika ada kebenaran dalam tulisan ini, sumbernya dari Allah, jika ada kesalahan maka itu bersumber dari saya pribadi.
Wallahua’la wa a’lam.
Peduli syariah? LIKE & SHARE artikel ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^