Pages

Kartu Kredit Syariah, Syariahkah?

Minggu, 14 Desember 2014


Kartu Kredit Syariah, Syariahkah?
Multazam Zakaria, Ketua Umum Islamic Economics Forum SEBI

Kartu Kredit Syariah, atau sering disebut juga dengan syariah card tentu saja berbeda dengan kartu kredit konvensional. Dimana kartu kredit konvensional menjadikan bungan sebagai sumber utama keuntungan, sedankan syariah card terbebas dari bunga. 


Ada tiga akad yang berlaku di dalam syariah card antara penerbit kartu (mushdir al-bithaqah) dengan pengguna kartu (hamil al-bitaqah) : (1) Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah). (2) Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. (3) Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership fee.

Akan tetapi, pada tulisan ini kita tidak akan terllau dalam membahas tentang ketentuan-ketuan syariah card yang terdapat dalam fatwa MUI NO: 54/DSN-MUI/X/2006. Anda bisa baca pada artikel-artikel yang lain, seperti di website MES: http://www.ekonomisyariah.org/konsultasi-detail/detail-konsultasi/1/40

Kembali kepada judul di atas, apakah kartu kredit syariah benar-benar sudah syariah? Tentu saja kalau kit abaca secara lengkap dan rinci segala ketentuan dalam fatwa MUI NO: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang syariah card maka kita akan mengatakan: “iya benar, syariah card sudah syariah”. Akan tetapi kita juga harus objektif melihat sejumlah ‘kemungkinan’ mudharat yang dapat ditimbulkan oleh syariah card. 

Dalam islam, yang menjadi persoalan dalam kartu kredit konvensional tentu saja bukan soal bunganya, akan tetapi yang juga sangat berbahaya adalah ‘mental hutang dan konsumtif’ yang ditimbulkannya bagi para pengguna kartu. 

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya:
( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ)
Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang

Adanya jaminan dari penerbit kartu menjadikan pengguna kartu merasa aman dalam berbelanja yang berpotensi menimbulkan uncontrolled dalam membeli jumlah barang yang kemungkinan berlebihan. Karena berapa pun banyak yang dibeli, akan terbayarkan dengan kartu kredit yang digunakan. Sehingga keberadaan syariah card ‘cenderung’ menjadikan penggunanya menjadi konsumtif. 

Sedangkan kekayaan dalam islam adalah growth of number (bertambahnya orang yang dapat merasakan suatu barang karena bertambahnya pendapatan kita) bukan growth of volume (bertambahnya konsumsi barang yang kita lakukan untuk diri kita sendiri). 

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri juga bahwa syariah card juga memiliki manfaat. Termasuk menjadi alternative bagi non muslim yang ingin beralih dari kartu kredit berbasis bunga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^