Pages

EKONOMI KETUHANAN

Senin, 02 Maret 2015

EKONOMI KETUHANAN
(Serial #1 Nilai dan Karkateristik Ekonomi Islam)
Oleh: Multazam Zakaria, Ketua Umum SEBI Islamic Economics Forum  

Bismillahirrahmanirrahim. Ekonomi Islam sebagai sebuah sistem untuk mewujudkan suatu peradaban tentu saja memiliki nilai dan karkateristik yang membuat sistem ini menjadi layak untuk diterima dan ‘dimanfaatkan’ oleh dunia dengan menyeluruh. Penulis tergerak untuk menjadikan tema ini menajdi tulisan serial karena banyaknya ummat Islam khususnya yang masih cuek atau sangsi dengan sistem agamanya sendiri; seakan-akan Islam tidak membahas tentang prekonomian, pasar, jual-beli, keuangan dan lainnya. Padahal kita mengenal istilah “Syumuliatu Al-Islam” atau universalitas Islam.

Penulis tidak bermaksud menyalahkan atau sejenisnya, tapi hanya ingin mengungkapkan cuplikan dari fakta yang kita alami kini. Yaitu dari sekian banyaknya Ulama, Tuan Guru, Kiyai dan Ustadz yang ada di Indonesia khususnya, masih sedikit sekali yang melalui mimpar khutbah, majlis ta’lim dan sejenisnya untuk bicara lantang tentang sistem ekonomi Islam. Kita hanya terfokus untuk menyampaikan materi-materi yang berkaitan dengan Ibadah lalu mengabaikan materi-materi Muamalah yang maha penting untuk disampaikan. Sehingga sangat wajar jika ummat islam sendiri sangat awam dengan sistem prekonomian yang ada dalam Islam; Riba dan Bunga ditolerir dimana-mana.

Dr.Abdul Sattar Fathullah Sa’id dalam kitabnya Al-Muamalah fil Islam menulis: “Di antara unsur dharurat (masalah paling penting) dalam masyarakat manusia adalah “Muamalah”, yang mengatur hukum antara individu dan masyarakat. Karena itu syariah ilahiyah datang untuk mengatur muamalah di antara manusia dalam rangka mewujudkan tujuan syariah dan menjelaskan hukumnya kepada mereka.” Sementara Prof. Dr. Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof.Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim dalam kitabnya An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam mengemukakan: “Sesungguhnya ekonomi Islam adalah bagian integral dari sistem Islam yang sempurna. Apabila ekonomi konvensional –dengan sebab situasi kelahirannya- terpisah secara sempurna dari agama. Maka keistimewaan terpenting  ekonomi Islam adalah keterkaitannya secara sempurna dengan Islam itu sendiri, yaitu aqidah dan syariah.”

Baiklah, kita mulai masuk membahas judul yaitu Nilai dan Karakteristik Ekonomi Islam. Dr. Yusuf Al-Qhardhawi membaginya menjadi empat bagian, yaitu: Robbani (Ketuhanan), Insani (Kemanusiaan), Akhlaqi (Moral) dan Wasathi (Moderat). Pada Serial #1 ini kita akan membahas karakteristik yang pertama yaitu Ekonomi robbani atau Ekonomi Ketuhanan.

Mengapa disebut ekonomi ketuhanan? Karena sumber, dasar dan tujuannya adalah Allah. Sehingga prosesnya juga tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ditetapkan oleh-Nya. Maksudnya adalah segala aktifitas muamalah atau ekonomi dilakukan karena perintah Allah. Misalkan seperti aktifitas konsumsi, ini dilakukan karena adanya perintah Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 168: “… makanlah apa yang ada di muka bumi ini dari makanan yang halal dan tahyyib,” tetapi aktifitas konsumsi ini juga tidak boleh melanggar ketentuan-Nya seperti yang difirmankan dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 31: “.. makan dan minumlah tapi jangan berlebih-lebihan,” tidak hanya itu tapi juga dalam melakukan aktifitas konsumsi harus senantiasa ingat bahwa semua yang dikonsumsi adalah milik Allah maka hendaknya berterimakasih dan selalu ingat kepada Allah, seperti difirmankan dalam Al-Qur’an surat Saba ayat 15: “makanlah dari apa yang diberikan-Nya kepadamu dan berterimaksihlah kepada-Nya.”

Sedangkan aktifitas produksi didasari oleh perintah-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 15: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Begitu juga dalam aktifitas ekonomi secara langsung seperti berdagang atau jual beli dilakukan karena adanya perintah Allah untuk melakukan itu, sebagaimana difirmankan-Nya dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” Juga dalam ayat dan surat yang lain dikatakan: “dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengahramkan riba.”

Ini semua menunjukkan betapa sistem ekonomi Islam adalah sistem yang dipenuhi gairah dan nafas ketuhanan. Sehingga yang dibutuhkan dalam bermuamlah atau bertransaksi ekonomi adalah keimanan dan pemahaman terhadap agama Islam. Bahkan khalifah Umar bin Khattab dalam sebuah inspeksi mendadak di pasar mengatakan: “tidak boleh melakukan transaksi jual beli kecuali bagi yang memahami fiqh muamalah (fiqih jual beli).”

Selain apa yang penulis kemukakan di atas, dalam Islam kita juga mengenal istilah ‘Istikhlaf’. Istihklaf ini adalah penunaian tugas manusia yang diturunkan ke muka bumi sebagai khalifah (pengatur-pemakmur). Apa kaitannya dengan prekeonomian? Tentu saja memiliki kaitan yang sangat erat, karena terlibat dalam sistem prekonomian adalah bagian dari Istikhlaf untuk mengatur dan menjaga kesetabilan dan keberlangsungan hidup di dunia ini. Pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan kita hanya dititipi oleh-Nya (QS. An-Najm: 31). Barang titipan tentu saja harus kita jaga dan tidak boleh kita biarkan rusak atau berantakan, aktifitas menjaga inilah hakikat dari istikhlaf. Diantara bentuk istikhlaf itu adalah melakukan aktifitas produksi atau menciptakan manfaat baru dari apa yang sudah Allah ciptakan di bumi ini. Dalam Al-Quran surat Taahaa ayat 6 Allah berfimran: “kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” Juga dalam Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 7 Allah berfirman: “…nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya,” yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah.

Penulis ingin menutup seri #1 ini dengan mengutip perkataan dari Penulis tafsir al-kasyaf Syeikh Az-Zamakhsyari: “sesungguhnya harta yang ada ditangan manusia adalah harta Allah yang Ia ciptakan dan berikan, dan manusia hanya menerima dan menikmati serta diberi kebebasan menggunakannya, namun sesungguhnya harta itu bukan miliknya yang sebenarnya, ia hanya menjadi wakil, maka infaqkanlah ia di jalan-Nya, maka hendaklah ia mudah melakukannya sebagaimana ia mudah menggunkan harta orang lain jika ia diizinkan oleh pemiliknya.” Kemudian Ar-Razi juga mengatakan: “sesungguhnya orang fakir adalah tanggungan Allah dan orang kaya adalah simpanan-Nya karena harta yang ditangan mereka adalah harta Allah..”

Semua yang penulis kemukakan di atas hanya untuk menunjukkan betapa Ekonomi Islam sebagai sebuah sistem dipenuhi oleh gairah dan nafas ketuhanan. Sehingga mengabaikan prekonomian (muamlah) dalam Islam sama halnya dengan mengabaikan istikhlaf dan perintah-Nya.

Wallahua’a wa a’lam.  

Jika dalam tulisan ini ada manfaat untuk ummat dam dakwah ekonomim Islam, silahkan like, komen dan share.

Kunjungi official web kami www.isefsebi.com atau blog pribadi sya multazamzakaria.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^