Pages

Life is Choice | Pilihlah Jendral!

Sabtu, 19 Oktober 2013




Pilihlah Jendral!



“Perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di antara begitu banyak peluang. Semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita tidak punya segala tuntutan yang menjadi konskuensi bila semua menjadi jalan kita. Namun satu hal yang pasti : memilih atau tidak, waktu kita tetap berputar dan justru kita tidak punya pilihan untuk ini. Daripada kita kembali tanpa prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian untuk yang pertama.” (Fahrizal Muhammad)

            Bismillah. Bagaiamana kabar sahabat? Semoga Allah senantiasa menyertai kita semua. Barangkali kita sering mendengar ungkapan ‘life is choice’  hidup adalah pilihan, bersama realita kehidupan kita menyepakatinya bersama-sama. Memang betul, dalam setiap detiknya, kita dihadapkan oleh pilihan. Kita harus memilih mengerjakan yang baik ataukah yang buruk, cukup? Pilihan yang ditawarkan kehidupan rupanya tidak cukup sampai disitu, lebih dari itu kita diharuskan memilih yang baik diantara yang baik. Seringkali justru ini yang menjadi dilema bagi kita, di luar tekanan siapapun.


            Kita terlahir karena kemerdekaan, tentunya kemerdekaan yang bukan tanpa aturan. Paling tidak, kita merdeka untuk memilih apa saja. Kita merdeka untuk menentukan pilihan kita, maka tidak ada seorangpun yang berhak memaksakan kehendaknya atas diri kita. Saat memasuki dunia perkuliahan, di awal-awal kita sudah dihadapkan dengan pilihan. Beragam sekali, mulai dari pilihan kampus, fakultas, jurusan, teman, dan banyak lagi. Setelah melewati semua itu, kita tetap saja tidak bisa menghindari pilihan itu. Kita dihadapkan untuk memilih organisasi mahasiswa apa yang harus kita masuki, atau harusakh kita bergabung ataukah tidak, semua itu adalah pilihan yang harus kita seleseikan. 

            Nah, seringkali dilema itu muncul di sini. “Perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di antara begitu banyak peluang. Semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita tidak punya segala tuntutan yang menajdi konskuensi bila semua menjadi jalan kita. Namun satu hal yang pasti : memilih atau tidak, waktu kita tetap berputar dan justru kita tidak punya pilihan untuk ini. Daripada kita kembali tanpa prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian untuk yang pertama.”   Petuah Fahrizal Muhammad ini sepertinya layak kita renungkan. Bahkan beliau juga pernah bernasihat, “Kadang kita memang seperti anai ditiup badai, saudaraku. Terombang-ambing pada banyak agenda dan kesibukan tak produktif, tidak usah khawatir, berproseslah dengan benar!”.

                Atas ungkapan dan nasihat Fahrizal Muhammad di atas, bolehkah kita menyepakati beberapa hal berikut ini:

                Pertama, perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di antara begitu banyak peluang. Kita harus akui, semua kebaikan itu hadir menjadi peluang bagi kita. Namun kita tetap harus untuk memilih peluang yang paling memungkinkan, produktif, menjanjikan masa depan, dan yang paling penting adalah ia sejalan dengan selera keyakinan kita. 

                Kedua, semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita tidak punya segala tuntutan yang menjadi konskuensi bila semua menjadi jalan kita. Semua pilihan itu mungkin saja untuk kita lakukan, mungkin saja kita mampu. Karena alasan memilih atau tidak, bukan perihal kemampuan, tapi kesiapan ke depan dengan tuntutan yang ada sekarang.

                Ketiga, daripada kita kembali tanpa prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian untuk yang pertama. Kita butuh keberanian saat harus memilih yang baik di antara yang baik, meski pada keyakinan kita apa yang kita pilih adalah yang terbaik. Ketimbang sibuk di sana-sini, dengan tujuan mengakumulasi kesibukan menjadi sebuah hasil kerja. Akumulasi apa yang dimaksudkan sebenarnya? Kualitas ataukah kuantitas? Jika kualitas, maka kita akan bangga mengatakan ‘di sini saya bahagia, karena bekerja dengan totalitas’, jika akumulasi kuantitas yang dimaksudkan, maka kita dengan bangga mengatakan ‘di sini aku bahagia, karena aku memiliki banyak amanah  pada banyak organisasi dan institusi’. Mana yang terpenting? Sahabat berhak menentukan, akumulasi kualitaskah? Atau akumulasi kuantitaskah? Tapi saya juga berhak memberikan pandangan atas hal ini, dan menganjurkan agar memilih ‘totalitas pengabdian’ ketimbang ‘akumulasi jabatan’. Tanpa dasarkah? Oh, tidak. Tentu pandangan saya memiliki dasar, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS Al Mulk:2). Lihatlah, yang digunakan Allah adalah ahsan (lebih baik/terbaik) bukan aktsar (lebih banyak/terbanyak). 

            Pada akhirnya, ini tetaplah hanya pandangan subjektif semata. Bila sesuai, laksanakanlah, bila tidak, buatlah alasan  untuk menolaknya. MERDEKA!!
Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^