Pages

PILKADA BELITUNG & RISALAH KOPI PAGI INI

Selasa, 26 Juni 2018

PILKADA BELITUNG DAN RISALAH KOPI PAGI INI

ditulis khusus untuk pendukung paslon BERANI

@multazamzakaria


1. Saya adalah orang paling marah dan kecewa dengan ‘bintang’ tamu kampanye yang dihadirkan oleh paslon yang kita dukung. Sehari setelah info kami terima, kami berkumpul untuk membahas dan mengambil sikap. Tegas kami menolak dan tidak merekeomendasikan ‘bintang’ tamu tesebut.

2. Setelah sekian lama masa kampanye, kita melihat begitu banyak statmen dan ungkapan sikap paslon kita yang  menunjukkan (1) keberpihakan kpd ummat, (2) pro rakyat, dan (3) tanpa intervensi cukong.

3. Kedatangan ‘bintang’ tamu tersebut adalah mudharat dari dan bagi paslon. Paslon menyampaikan permintaan MAAF kepada kami sebagai perwakilan dan kepada ummat atas kelalaian ini.

4. Dengan berbagai pertimbangan (rasional-emosional), Saya tetap mendukung paslon yang sedari awal kita dukung. Akhi Ukhti, setelah nanti kita rebut, baru kita ribut (kawal agar sesuai dengan apa yang kita harapkan). Tapi kalau kita ribut terus sekarang, kita tidak akan bisa merebut.

5. Begitu banyak masalah di negeri Laskar Pelangi ini, dari kerusakan moral-pengangguran yang mengerikan. Kalau kita larut dalam perdebatan, apa yang bisa kita hasilkan?

6. Saya sadar, jalan yang Saya tempuh ini bukan jalan mulus, tapi untuk meraih cita yang besar, kita harus siap melewatinya seterjal apa pun.

7. Kalau Saya menghendaki kenyamanan, pujian dan tepuk tangan, cukup Saya buka majlis2 agama dari masjid ke masjid. Jama’ah dan amsyarakat kemudian akan mengenal Saya sebagai orang sholeh dan alim.  Tapi.. perubahan apa yang bisa Saya lakukan di tengah masyarakat ini jika Saya hanya melakukan itu?

8. Tugas kita sekarang menerjemahkan firman dan hadits dalam kehidupan nyata, sebagai solusi bagi beragam masalah yang ada.

9. Orang-orang sekuler selalu melempar pernyataan sinis: “ternyata memang berjarak antara agama yang sunyi dengan kedhiupan orang-orang ramai.” Maksudnya, agama gagal menjadi solusi konkrit bagi masalah yang dihadapi oleh manusia. Dan itu menunjukkan bahwa agam memang terpisah dari kehidupan sosial-ekonomi-politik (menurut sekulerisme).

10. Dan kita tidak bisa membalas pernyataan itu selama terjadi dua hal: (1) Selama kita memandang Islam dg sebelah mata, seakan2 Islam hanya di masjid, dan terlepas dari kehidupan sosial-ekonomi-politik, (2) selama ada orang-orang yang memasuki medan sosial-ekonomi-politik dengan mengatasnamakan agama tapi tidak memahami hakikat agama, mengaku berdakwah tapi tidak memahami hakikat dakwah.

11. Kedua hal ini adalah PR kita bersama. Berat. Tapi ahrus ada yang memikulnya seberat apa pun. Allahul musta’an.
Semoga Allah ampuni segala khilaf kita, dan beri petunjuk kepada kita dalam kondisi dunia yang semakin edan ini.

12. Soal perbedaan ijtihad dalam masalah ini, Saya menghormati sahabat semua. Baik yang pernah mengaji kepada Saya, atau pun sekedar bergaul dengan Saya. Antum tetap sahabat ana, dan ana tetap sahabat antum. Kalem.

13. Ana tulis risalah ini sambil minum kopi di sebuah carwash, sambil membaca Mudzakkirat Adda’watu Wadda’iyah.

14. Ana tutup risalah kopi ini dengan petuah seorang cendikiawan kita: “Jika Anda tidak mau ikut pemilu karena kecewa dengan pemerintah dan anggota DPR,atau parpol Islam, itu hak Anda. Tapi ingat jika Anda dan jutaan yang lain tidak ikut pemilu, maka jutaan orang fasik, sekuler, liberal, atheis akan ikut pemilu untuk berkuasa dan menguasai kita. Niatlah berbuat baik, meski pun hasilnya belum tentu sebaik yang kauinginkankan.” (Dr. Hamid fahmy Zarkasy, MA., M.Phill)

Download (E-Book) Istriku, Setiap Penggal Dunia adalah Surga Karya Multazam Zakaria

Jumat, 24 November 2017


Bismillahirrahmanirrahim..

Alhamdu lillah wasyyukru lillah.. Wassholatu wassalamu 'ala Rasulillah..

Lagi hujan nih sore ini.. sambil ngopi, Saya mau bagi Ebook gratis. Buku ini dulu dalam versi cetak sempat Saya jual. Dan, buku ini adalah salah satu mahar pernikahan Saya. Semoga bisa bermanfaat bagi setiap pembacanya. Jika ada testimoni atau komentar setelah membacanya, teman-teman bisa sampaikan ke saya via email multazamzakaria@gmail.com atau via wa 085945894817

Jazakumullah khairan

Belitung, 14 Oktober 2017
Alfaqir Multazam Zakaria

Download Ebook di sini

Sudah Syariahkah Perbankan Syariah di Bangladesh?

Minggu, 08 November 2015

Sudah Syariahkah Perbankan Syariah di Bangladesh?
Oleh: Argiansyah Junaedi
 
Bank adalah suatu institusi yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan di salurkan kembali dalam bentuk kredit. Menurut Dr. B.N. Ajuha bank adalah tempat menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya dapat lebih produktif untuk dapat keuntungan masyarakat. Syariah berasal dari bahasa Arab yaitu hukum islam, juga dikenal sebagai hukum Allah. Istilah syariah berasal dari kata kerja yaitu Shara’a yang menurut Al-quran menghubungkan “hukum rohani” (05;48) dan “sistem hukum illahi; cara keyakinan dan praktik” (45:18) dalam Al-Quran (Omar, 2010). Dari penjabaran tersebut dapat di simpulkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang kegiatannya mengacu pada hukum islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang diterima maupun yang dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian yang dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syariat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariat islam.

Dalam menjalankan operationalnya yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional ialah kepatuhan syariah, karena tidak ada bank syariah yang dapat berfungsi tanpa kepatuhan syariah. Jika hal itu terjadi maka tidak dapat di akui sebagai bank syariah. Namun, dalam beberapa kasus bank syariah di Bangladesh tidak dapat menjalankan operational bank syariah sesuai syariat islam karena sistem ekonomi, peraturan pemerintah, kurangnya pengetahuan dan keseriusan karyawan, kurangnya penelitian dan pengembangan, serta kurangnya aturan dan peraturan yang memadai.

 
Permasalahan tersebut di ukur dan di buktikan dengan beberapa variable, diantaranya:
1.      Pentingnya Syariah Islam
Pada umumnya bank syariah di Bangladesh rata-rata 76,05 persen sangat setuju dan 22,16 persen setuju bahwa bank syariah dalam melakukan aktivitas perbankan syariah prioritas utamanya ialah kepatuhan syariah. Namun, di sisi lain 28,14 persen karyawan berpendapat bahwa otoritas yang lebih tinggi tidak mengatur terkait program atau pelatihan yang dapat memberikan wawasan tentang syariah kepada karyawan. Sedangkan karyawan di bank syariah yang menjadi sampel penelitian membutuhkan lebih banyak pelatihan tentang syariah untuk mengupgrade pengetahuan syariah mereka. Kondisi ini sebenarnya sangat memprihatinkan karena petugas bank syariah yang mempunyai peran langsung dalam menjalankan bisnis perbankan syariah ternyata mereka minim pengetahuannya tentang syariah. Hal ini juga terjadi pada perbankan syariah Indonesia, sebagian besar sumber daya manusia yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini bukan merupakan sumber daya manusia yang mengerti dan paham tentang syariah. Kemudian Dewan Pengawas Syariah yang ada di Indonesia pun tidak mempunyai kekuatan atau power dalam pengawasan syariah pada bank-bank syariah di Indonesia sehingga masih terdapat bank syariah yang lemah dalam pengawasan.


2.      Hambatan Untuk Kepatuhan Syariah
Kebijakan yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini pemerintah dan Bangladesh Bank sangat mempunyai peran bagi operational perbankan syariah di Bangladesh. Fakta membuktikan 0.883, 0.780, dan 1.058 persen menyatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bangladesh Bank menghambat ruang gerak kepatuhan syariah di perbankan syariah Bangladesh karena sistem perekonomian di Bangladesh sebagian besar masih menggunakan bunga. Kondisi ini juga terjadi di perbankan syariah Indonesia, kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia cenderung tidak mendukung perbankan syariah. Sehingga perbankan syariah sulit berkompetesi dengan perbankan konvensional.


3.      Syariah Audit Syariah Compliance
Audir syariah adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa kapatuhan syariah berjalan secara efektif dan tidak bertentangan dengan syariat. Fakta yang terjadi pada bank syariah di Bangladesh mengungkapkan bahwa sistem audit syariah saat ini tidak cukup untuk memastikan kepatuhan syariah karena kurangnya auditor yang berpengetahuan, kurangnya logistik yang memadai, kesalahpahaman antara muraqibs dan pejabat, dll. Hal yang sama juga terjadi di perbankan syariah Indonesia, misalnya audit internal yang terdapat pada perbankan syariah di Indonesia hanya sebatas mengaudit dan memberikan opini terhadap kewajaran suatu laporan keuangan saja. Kinerja audit internal belum mencakup aspek khusus yang membahas secara detail kepatuhan syariahnya, hal ini penting dilakukan agar setiap transaksi yang terjadi pada bank syariah tetap sejalan dengan aspek syariah.


4.      Penelitian Syariah Untuk Syariah Compliance
Penelitian syariah sangat penting dilakukan oleh entitas syariah karena untuk mengupgrade perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Kemudian untuk mengembangkan pasar di daerah terpencil yang tidak bisa di jangkau oleh bank-bank syariah. Sekitar 90.12 persen karyawan setuju bahwa ada beberapa kekurangan pedoman syariah khusus membahas mengenai isu-isu perbankan modern. Sementara, 11.98 persen sangat setuju. Menuru Iqbal et al (1998) menyatakan bahwa dalam bidang penelitian bank syariah baik secara individu maupun sebagai kelompok mengahabiskan jumlah yang cukup pada penelitian dan pengembangan.

Berdasarkan temuan tersebut maka bank syariah di Bangladesh maupun bank syariah di Indonesia harus meningkatkan pengetahuan syariah bagi karyawan dan membuktikan komitmennya untuk selalu menjaga kepatuhan syariah baik dalam kehidupan pribadi karyawan, lingkungan keluarga, social dan politik. Selain itu, bank syariah harus melakukan banyak penelitian dalam mengembangkan industri keuangan syariah untuk melindungi nilai, arbitrase, swapping, dll. Salah satu hal yang paling penting ialah kita selaku masyarakat harus mendukung operational bank syariah walaupun di dalam internal bank syariah tersebut masih banyak kekurangan tetapi setidaknya kita sudah melakukan langkah pasti untuk tidak bertransaksi menggunakan sistem bunga.

Bagaimana Islam Memandang Auditing?


Bagaimana Islam Memandang Auditing?
Oleh: Dina Kartika, Mahasiswi Jurusan Akuntansi Syariah, STEI SEBI Depok.

Dewasa ini, mulai banyak lembaga keuangan serta entitas syariah yang bermuculan di Indonesia. Berdasarkan penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dalam hal ini, Indonesia mengalami kenaikan dua peringkat dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 2012. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia saai ini bukan hanya tentang ekonomi konvensional, namun juga tentang ekonomi islam yang sistem dan prakteknya sudah banyak diterapkan di berbagai sektor kegiatan ekonomi.

Hadirnya sistem ekonomi islam menuntut lembaga serta entitas yang berlabel syariah untuk memiliki perbedaan dengan lembaga konvensional pada umumnya, karena lembaga syariah beroperasional didasari atas nilai-nilai syariah yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, untuk eksistensi dari lembaga keuangan dan entitas syariah, diperlukan sikap konsisten dalam menerapkan nilai-nilai islami yang berlaku. Maka disinilah letak diperlukannya sistem auditing yang islami sebagai bentuk transparansi juga pertanggung jawaban dari lembaga syariah tersebut.

Auditing menurut Al-Qur’an:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” (QS. Asy-Syu’ara: 181-184)
Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Dalam pandangan islam, praktek auditing ini haruslah didasari dengan akhlak yang baik, tidak ada unsur kecurangan di dalamnya. 

Dalam prakteknya, seorang akuntan akan membuat laporan keuangan yang disertai dengan bukti-bukti yang terkait dengan seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari pihak manajemen. Namun manajemen, bisa saja menyajikan laporan keuangan yang sifatnya sudah tidak lagi objektif demi mengedepankan kepentingan pribadi. Untuk itu diperlukan auditor independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan yang lebih objektif atas laporan keuangan perusahaan tersebut beserta dengan bukti-bukti terkait yang diperlukan. Dalam islam, fungsi auditing ini dikenal dengan istilah “tabayyun”. 

Begitu pentingnya akhlak baik diperlukan ada di dalam diri seorang auditor, sehingga terdapat landasan kode etik khusus bagi akuntan dan auditor muslim. Beberapa landasannya adalah sebagai berikut:
1.     Integritas
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya.
2.      Keikhlasan
Akuntan dan auditor harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya. Menjadi ikhlas berarti akuntan dan auditor tidak perlu tunduk pada pengaruh luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama dalam melaksanakan fungsi profesinya.
3.      Ketakwaan
Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah untuk melindungi seseorang dari perilakunya yang bertentangan dari syariah.
4.      Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna
Akuntan dan auditor tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga berjuang untuk menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya.
5.      Takut kepada Allah dalam Setiap Hal
Seorang akuntan dan auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju.
6.      Manusia Bertanggung Jawab dihadapan Allah
Akuntan dan auditor muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggung jawabkan semua perilakunya kepada Allah di hari akhir nanti. 

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa auditing dalam pandangan islam adalah dititikberatkan kepada soal pertanggung jawaban bukan hanya dengan publik, atasan, ataupun diri sendiri namun juga bertanggung jawab kepada Allah. Karena pada hakikatnya apa-apa yang telah seseorang lakukan di muka bumi, akan selalu ada perhitungannya. Maka dari itu seorang muslim diwajibkan untuk memiliki sikap tanggung jawab.

Daftar Pustaka:
Buku Auditing dalam Perspektif Islam karya Dr. Sofyan S. Harahap
Artikel Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA oleh Muliaman D. Hadad

KEBUTUHAN INDEPENDEN ANGGOTA SYARIAH DALAM BANK KOPERASI ISLAM DI MALAYSIA



Bank Koperasi adalah salah satu perantara keuangan non bank dalam sistem perbankan Malaysia (Malaysia Industrial Development Authority, 2008). Koperasi bank melengkapi bank dalam memobilitasi tabungan dan memenuhi kebutuhan keuangan perekonomian Malaysia (BNM, 2010). Bank koperasi tidak sepenuhnya bebas dari masalah tetapi mereka telah memiliki tingkat jauh lebih rendah dari kegagalan dari bank-bank komersil dan mereka tidak sistematik beresiko (Taylor, 2013). Namun Bank Koperasi Islam atau ICBS, menggunakan mekanisme tertanam dalam produk keuangan Islam, memiliki kekuatan pada ketahanan keuangan karena pembagian risiko yang lebih besar di antara para stakeholder bank koperasi (Al-Muharrami & Hardy, 2013). Ada tiga ICBS di Malaysia: Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Bhd (Bank Rakyat), Bank Persatuan Malaysia Bhd (Bank Persatuan) dan Koperasi Islamic Bank of Malaysia (ICBM). ICBS ini ditempatkan langsung di bawah pengawasan Bank Sentral Malaysia dan Komisi Koperasi Malaysia (CCM).

Dalam hal ini, independensi auditor merupakan jantung dari profesi audit. Ini elemen penting dalam menjaga kualitas audit yang berpengaruh terhadap kualitas keseluruhan dan kredibilitas pelaporan keuangan dalam ICBS. Maka, peran auditor sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik serta untuk objektivitas independensi audit profesi. Selain itu, tujuan utama dari independen syariah untuk maslahah umum (kepentingan umum) dari pada berorientasi pada keuntungan yang berlandaskan maqashid syariah sebagai tanggung jawab dihadapan Allah SWT.\

Audit profesi mengharuskan setiap auditor menjadi kompetensi dalam audit dan akuntansi, termasuk pelatihan dan pengalaman yang memadai dalam semua aspek dari sebuah kerja auditor. Sementara, kompetensi syariah adalah kebutuhan penting untuk auditor eksternal yang terlibat di sektor perbankan syariah (Uddin, Ullah & Hossain, 2013). Sejak 1970-an, isu auditor yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syariah. Dalam rangka untuk memahami dan mengaudit ICBS, sebuah auditor syariah harus memiliki pengetahuan yang baik di bidang akuntansi dan juga di syariahnya. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk investasi pendidikan di syariah, akuntansi dan audit untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam audit syariah (Rahman dan Sulaiman, 2011).

Untuk menjadi kompetitif sebagai auditor syariah, mereka harus memiliki aspek syariah dan pengetahuan akuntansi. Jika mereka tidak memiliki kualifikasi yang diperlukan, pengalaman mereka di perbankan syariah dapat dianggap pertimbangan. Dengan cara lain, sertifikasi auditor syariah akan meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan pelaksanaan audit syariah dalam industri. Sertifikasi audit syariah setidaknya mencakup lingkup audit syariah yang digariskan oleh Bank Negara Malaysia, laporan keuangan dan sistem pengendalian internal bank Islam. Isi sertifikasi juga dapat mencakup bidang kebijakan bisnis, proses dan prosedur, perhitungan zakat dan pembayaran, kontrak dan perjanjian, dan penilaian sumber daya keuangan. Hal ini telah membuktikan perlunya kebebasann total dari anggota syariah melalui auditor syariah untuk memastikan bahwa syariah compliant produk dan kegiatan dalam konteks Bank Koperasi Islam di Malaysia dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik pada ICBS.

Hasilnya, umpan balik yang diberikan oleh sebagian besar auditor syariah menggambarkan bahwa mereka telah diberi keluasan saat melakukan tugas mereka dan praktik mereka diterima oleh para pemangku kepentingan dari ICBS. Dari tanggapan mereka, auditor syariah memiliki kebijakan yang luas untuk melakukan fungsi mereka dari intervensi Komite Syariah selama proses audit.

Bukti yang diperoleh dari penelitian yang sama menemukan bahwa juga ada keterlibatan Komite Syariah bahkan pada tahap perencanaan audit. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan sebagian besar auditor setuju bahwa mereka membutuhkan pengetahuan lebih ditingkatkan dan keahlian dalam syariah audit dalam rangka meningkatkan dan menguasai proses akuntansi dan audit syariah secara independen. Auditor syariah harus menjadi anggota badan profesional yang independen untuk menegakkan independensi auditor yang mencerminkan independen syariah anggota ICBS. Anggota Syariah harus memiliki pemisahan fungsi dari auditor syariah. Dengan kata lain, harus dikembangkan kriteria tertentu untuk mengidentifikasi seseorang harus memenuhi syarat syariah sebagai penasihat keuangan Islam. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk memantau kepatuhan anggota syariah di lembaga keuangan Islam oleh badan yang profesional.

Journal of International Review of Management and Business Research Vol. 4 Issue.1-March 2015
The Need of Independent Shariah Members in Islamic Cooperative Banks:
An Study of Professional Accountants in Malaysia
By: Mohd Rodzi Ahmad And Al-Hasan Al-Aidaros.

Di review oleh: NUR HIKMAH, Mahasiswa Smt. 7, Akuntansi Syariah 2012 A
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI

YANG KEMBALI: SURAT UNTUK PARA AYAH DAN PARA BUNDA

Minggu, 17 Mei 2015



YANG KEMBALI:
SURAT UNTUK PARA AYAH DAN PARA BUNDA

Bimillahirrahmanirrahim..

Duhai para ayah dan para bunda, izinkan ananda mengawali tulisan ini dengan setulus-tulusnya doa untuk para malaikat tak bersayap beranam ayah dan bunda, “Ya Allah, sayangilah ayah dan bunda kami sebagaimana sayang mereka kepada kami di waktu kecil kami, bahkan di saat kami di dalam kandungan. Ya Allah ya Rahman, jika ayah dan bunda kami sedang bersedih, hiburlah mereka dan mudahkan segala kesulitan mereka serta sampaikanlah pada meraka kabar-kabar gembira.”

Tanggapan Ketua Islamic Economics Forum SEBI Tentang Arahan Pak Wapres Terkait Perbankan Syariah

Rabu, 11 Maret 2015

Tanggapan Ketua Islamic Economics Forum SEBI Tentang Arahan Pak Wapres Terkait Perbankan Syariah

A’udzubillahiminassyaitonirrajim. Bismillahirahhamnirrahim. Pertama kali saya ingin sampaikan bahwa saya bukan pendukung politik fanatis Pak JK atau siapa pun yang terlibat dalam tema ini. Awalnya saya tidak tertarik menulis tentang ini, tapi saya menjadi tergelitik menulis ini setelah membaca komentar-komentar sejumlah teman-teman sesama aktifis dakwah kampus yang dalam penglihatan saya cenderung ‘sebelah mata’. Bahkan saya terkaget-kaget membaca komentar seorang senior saya yang dulu pernah menjadi ketua umum nasional sebuah organisasi gerakan dakwah kampus, saya tidak perlu sebut namanya ya. Di samping itu, sejumlah teman baik pegiat dakwah ekonomi Islam kampus atau yang sekedar pengikut tren berita menanyakan via inbox. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan di sini:

Pertama, berita ini berawal dari silaturrahim senior kami Pak Bambang selaku ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia bersama rombongan ke Pak Wapres Jusuf Kalla. Setelah saya ‘chek and rechek’ kepada salah seorang pengurus IAEI, bahwa silaturrahim itu dalam rangka mengundang Pak Wapres ke Muktamar Ekonomi Syariah yang akan diselenggarakan IAEI sekitar bulan april.

Kedua, terkait dengan sejumlah sahabat dan aktifis yang terlebih dahulu berkomentar terkait tema ini didominasi oleh teman-teman yang ranah dakwahnya tidak fokus kepada Iqtishodiyah Al-Islamiyah (Ekonomi Islam), sehingga saya sangat memahami bagaimana metamorfosa terbentuknya opini yang beragam dari teman-teman. Semoga saja dugaan saya ini tidak benar. Kita pahami bersama bahwa persepsi dipengaruhi oleh sejumlah hal seperti: motif, kepentingan, pengaharapan dan pengalaman. Saya tidak ingin menyalahkan atau menganggap salah teman-teman yang sudah ‘terburu-buru’ mengomentari ini. Tapi kalau boleh saya kasih saran: jangan jadikan media (internet) sebagai sumber primer (utama) kita untuk kemudian memebrikan respon atau menyampaikan pendapat. Dalam Islam ada istilah yang kita kenal dengan sebutan “tabayyun”atau klarifikasi. Berikut saya kutipkan QS Alhujurat ayat 6 yang berbicara tentang tabayyun:  “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Ketiga, ini terkait arahan pak wapres kepada ketua IAEI yang kurang lebih seperti ini: “tadi pak wapres juga arahannya supaya istilah instrumen yang sekarang pakai bahasa Arab seperti mudharabah, wakalah, itu bisa di-Indonesiakan,” Tutur Pak Bambang sebagaimana dikutip sejumlah situs berita online. Untuk arahan ini, ada beberap hal yang ingin saya sampaikan:

1. Perlu kita perhatikan segmentasi pasar perbankan syariah di Indonesia. Paling tidak ada 3 segmen pasar perbankan syariah: nasabah yang loyal dengan bank syariah (loyalis syariah), nasabah floating (pake rekening syariah tapi juga pake rekening konvensional) dan nasabah yang loyal dengan bank konvensional. Menurut suatu penelitian, pertumbuhan fantastis jumlah nasabah bank syariah bersumber dari nasabah floating hingga mencapai sekitar 50%. Mengapa nasabah floating pengguna jasa bank syariah masih menggunakan jasa bank konvensional? Salah satu jawabannya adalah sebagian besar mereka tidak memahami ketentuan-ketentuan kontrak dalam perbankan syariah karena terburu ‘skeptis’ atas ketidakpahaman mereka dengan istilah-istilah perbankan syariah yang menggunakan bahasa arab. Contoh salah kasus di lapangan yang sering terjadi di lapangan sebagaimana diceritakan mentor saya yang juga pernah menjadi wakil kepala cabang sebuah bank syariah, beliau menuturkan banyak nasabah khussnya nasabah KPR yang kaget di ujung kontrak, karena pemahamannya tidak sesuai dengan pemahamannya di awal saat membuat kontrak. Apakah mereka orang-orang yang tidak berpendidikan? Bukan, mereka justru orang-orang pinter, tapi seperti yang saya katakan di atas “terburu ‘skeptis’ atas ketidakpahaman mereka dengan istilah-istilah perbankan syariah yang menggunakan bahasa arab”.

2. “tapi kan ini masalah pokok tentang penamaan sebagai identitas sumber ajaran ini berasal,” komentar seorang teman. Saya ingin sampaikan sebagaimana kita sudah maklum bersama bahwa Islam terdiri dari tiga pilar utama: aqidah, syariah dan akhlak. Syariah dibagi menjadi dua yaitu: ibadah dan muamalah. Antara ibadah berlaku kaidah dasar yang bertolak belakang. Kaidah dalam ibadah adalah: hukum asal ibadah adalah tidak boleh, hingga ada dalil yang membolehkannya. Sebaliknya dengan kaidah dasar muamalah: hukum asal muamalah adalah boleh, hingga ada dalil yang melarangnya. Nah, saya ingin sampaikan bahwa urusan ekonomi adalah salah satu cabang atau bagian daripada muamalah. Sehingga potensi inovasi atau kreatiftas terbuka lebar. Termasuk inovasi dalam hal istilah. Ekonomi syariah adalah sistem substansif, bukan sekedar ‘cover’ atau terlihat syariah atau terbranding syariah, atau berlogo syariah, bukan. Teman-teman yang sempat mengatakan: “sekalian aja rubah bacaan fatihah dalam sholat pake bahasa Indonesia,” ups, tentu saja ini analogi yang tidak sebanding. Solat itu bagian dari cabang ibadah, dan berlaku kaidah dasar yang sebaliknya.

3. Istilah-istilah seperti: mudharabah, musyarokah ijaroh, dan lainnya sudah ada sebelum adanya bank syariah. Jadi sebenarnya istilah-istilah itu sendiri bukan ‘bank syariah punya’. Sehingga bank syariah tidak mesti menggunakan istilah itu, tetapi bisa menggunkan istilah lain (dalam bahasa Indonesia) yang memiliki substansi yang sama dengan istilah bahasa arab tersebut.

4. "Tapi apakah mungkin meng-Indonesiakan istilah-istilah tersebut?"  Hemat saya, pun jika istilah-sitilah tersebut di-Indonesiakan tidak akan sama sekali mengahaspus istiah tersebut dari khazanah kelimuan kita di Indonesia. Dalam artian, bank syariah harus berorientasi kepada “product knowledge” agar tujuan syariah juga dapat terpenuhi dengan maksimal. Saran ril dari saya, bisa jadi istilah-istilah arab tersebut tidak diganti, tapi dibuatkan istiilah Indonesia yang paling mendekati dan dipahami oleh mayoritas. Kebayang kan betapa akan sulitnya mengedukasi ibu-ibu pedagang di pasar jika kita tetap ngotot menjelaskan mereka dengan istilah-istilah yang sulit mereka pahami.

Keempat, sebagai penutup, saya ingin mengingatkan kita bahwa Industri Keuangan Syariah khususnya Perbankan Syariah di Indonesia sudah berusia 20-an tahun, pertumbuhan sejakawal cenderung positif akan tetapi akhir-akhir ini perbankan syariah semacam member ‘alarm serius’ dengan sejumlah penurunan baik pada market share atau lainnya. tentu saja ini harus kita cermati bersama-sama. Selanjutnya, saya ingin ingatkan juga bahwa visi besar perbankan syariah adalah dakwah rahmatan lil ‘alamin untuk semua golongan dan agama. Bicara dakwah maka bciara tentang metode, bahkan ada kaidah dasar yang berbunyi: “cara menyampaikan bisa menjadi lebih penting dari isi yang disampaikan”. Karena isi tidak akan diterima dengan baik jika cara menyampaikan tidak baik atau tidak relevan dengan penduduk sekitar. Barangkali inilah yang dilakukan oleh Wali Songo hingga akhirnya Islam bisa tersebar dengan begitu sangat laur baisa di bumi Nusantara ini. Tengoklah misalkan Sunan Giri yang derdakwah lewat lirik jawanya “Jamuran”, Cublak-cublak Suweng” dan lainnya. Atau tengok juga Sunan Kalijaga yang berdakwah melalui tembang Jawa “Ilir-ilirnya”, yang metode-metode atau wasilah itu hingga kini menajdi sebuah masterpiece  yang bisa diterima. Bisakah dakwah Wali Songo kita kaitkan dengan Dakwah Ekonomi Islam kekinian khususnya terkait dengan penurunan marketshare perbankan syariah? Silahkan dijawab masing-masing dengan rasionalitas dan pengkajian. Inilah 4 poin yang ingin saya sampaikan.

Bisa jadi ada dari pembaca yang setuju dari keseluruhan yang saya tulis ini, atau ada yang setuju dengan beberapa poin saja dan tidak setuju dengan beberapa poin lainnya, atau bahkan ada yang tidak setuju dengan semua poin yang saya sampaikan. Saya akan menghargai itu semua sebagai perbedaan dan layak kita juadikan ruang diskusi yang hangat dan bergizi.

Akhirnya, saya memohon ampunan dan petunjuk dari Allah swt. Wassalamu’alaikum wr wb

Depok, 12 Maret 2015
Multazam Zakaria
Ketua Umum Islamic Economics Forum (IsEF) SEBI