Pilihlah Jendral!
“Perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di
antara begitu banyak peluang. Semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita
tidak punya segala tuntutan yang menjadi konskuensi bila semua menjadi jalan
kita. Namun satu hal yang pasti : memilih atau tidak, waktu kita tetap berputar
dan justru kita tidak punya pilihan untuk ini. Daripada kita kembali tanpa
prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian untuk yang pertama.” (Fahrizal
Muhammad)
Bismillah.
Bagaiamana kabar sahabat? Semoga Allah senantiasa menyertai kita semua.
Barangkali kita sering mendengar ungkapan ‘life is choice’ hidup adalah pilihan, bersama realita
kehidupan kita menyepakatinya bersama-sama. Memang betul, dalam setiap detiknya,
kita dihadapkan oleh pilihan. Kita harus memilih mengerjakan yang baik ataukah
yang buruk, cukup? Pilihan yang ditawarkan kehidupan rupanya tidak cukup sampai
disitu, lebih dari itu kita diharuskan memilih yang baik diantara yang baik.
Seringkali justru ini yang menjadi dilema bagi kita, di luar tekanan siapapun.
Kita terlahir karena kemerdekaan, tentunya kemerdekaan
yang bukan tanpa aturan. Paling tidak, kita merdeka untuk memilih apa saja. Kita
merdeka untuk menentukan pilihan kita, maka tidak ada seorangpun yang berhak
memaksakan kehendaknya atas diri kita. Saat memasuki dunia perkuliahan, di
awal-awal kita sudah dihadapkan dengan pilihan. Beragam sekali, mulai dari
pilihan kampus, fakultas, jurusan, teman, dan banyak lagi. Setelah melewati semua
itu, kita tetap saja tidak bisa menghindari pilihan itu. Kita dihadapkan untuk
memilih organisasi mahasiswa apa yang harus kita masuki, atau harusakh kita
bergabung ataukah tidak, semua itu adalah pilihan yang harus kita seleseikan.
Nah, seringkali dilema itu muncul di sini. “Perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di
antara begitu banyak peluang. Semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita
tidak punya segala tuntutan yang menajdi konskuensi bila semua menjadi jalan
kita. Namun satu hal yang pasti : memilih atau tidak, waktu kita tetap berputar
dan justru kita tidak punya pilihan untuk ini. Daripada kita kembali tanpa
prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian untuk yang pertama.” Petuah Fahrizal Muhammad ini sepertinya layak
kita renungkan. Bahkan beliau juga pernah bernasihat, “Kadang kita memang
seperti anai ditiup badai, saudaraku. Terombang-ambing pada banyak agenda dan
kesibukan tak produktif, tidak usah khawatir, berproseslah dengan benar!”.
Atas
ungkapan dan nasihat Fahrizal Muhammad di atas, bolehkah kita menyepakati
beberapa hal berikut ini:
Pertama,
perlu keberanian untuk memantapkan pilihan di antara begitu banyak peluang. Kita
harus akui, semua kebaikan itu hadir menjadi peluang bagi kita. Namun kita
tetap harus untuk memilih peluang yang paling memungkinkan, produktif, menjanjikan
masa depan, dan yang paling penting adalah ia sejalan dengan selera keyakinan
kita.
Kedua,
semua hadir dalam dimensi yang mungkin, tapi kita tidak punya segala
tuntutan yang menjadi konskuensi bila semua menjadi jalan kita. Semua pilihan
itu mungkin saja untuk kita lakukan, mungkin saja kita mampu. Karena alasan
memilih atau tidak, bukan perihal kemampuan, tapi kesiapan ke depan dengan tuntutan
yang ada sekarang.
Ketiga,
daripada kita kembali tanpa prestasi, lebih baik kita genapkan keberanian
untuk yang pertama. Kita butuh keberanian saat harus memilih yang baik di
antara yang baik, meski pada keyakinan kita apa yang kita pilih adalah yang
terbaik. Ketimbang sibuk di sana-sini, dengan tujuan mengakumulasi kesibukan
menjadi sebuah hasil kerja. Akumulasi apa yang dimaksudkan sebenarnya? Kualitas
ataukah kuantitas? Jika kualitas, maka kita akan bangga mengatakan ‘di sini saya
bahagia, karena bekerja dengan totalitas’, jika akumulasi kuantitas yang
dimaksudkan, maka kita dengan bangga mengatakan ‘di sini aku bahagia, karena
aku memiliki banyak amanah pada banyak
organisasi dan institusi’. Mana yang terpenting? Sahabat berhak menentukan,
akumulasi kualitaskah? Atau akumulasi kuantitaskah? Tapi saya juga berhak
memberikan pandangan atas hal ini, dan menganjurkan agar memilih ‘totalitas
pengabdian’ ketimbang ‘akumulasi jabatan’. Tanpa dasarkah? Oh, tidak. Tentu pandangan
saya memiliki dasar, “Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya” (QS Al Mulk:2). Lihatlah, yang
digunakan Allah adalah ahsan (lebih baik/terbaik) bukan aktsar (lebih
banyak/terbanyak).
Pada akhirnya,
ini tetaplah hanya pandangan subjektif semata. Bila sesuai, laksanakanlah, bila
tidak, buatlah alasan untuk menolaknya.
MERDEKA!!
Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^