Tidak ada alasan untuk menolakmu
Aku tidak lagi punya alasan apa pun untuk menolakmu. Engkau terlanjur hadir di sini. Di ruang ketulusan. Egoisme dan kesombongan kaulebur dalam wirid-wirid sunyimu. Malam ini, kita gelar lagi sajadah. Semoga gelap hadiahkan keinsyafan paling mungkin untuk kita. Tidak ada lagi yang perlu kukhawatirkan, setelah kau benar-benar utuh menemaniku menghabiskan malam. Aku semakin tertantang, bersamamu mengabadi. Semoga Allah ridho.
Persahabatan persis sama dengan tiga garis yang
membentuk segitiga sempurna. Apa itu? Garis pertama adalah dirimu, garis kedua
adalah sahabatmu dan garis ketiga adalah alasanmu. Bukankah benar garis pertama
dan garis kedua tidak akan mampu membentuk segitiga sempurna tanpa kehadian
garis ketiga? Benar, karena itu terdengar seperti kemustahilan. Lalu apa atau
siapakah yang harus menjadi garis ketiga itu? Persahabatan akan menajdi kekal
dan mengabadi bila kita tidak punya ruang sekecil apa pun untuk menggugat alasan
persahabatan. Adakah itu? Ada: Tuhan.
Menjadikan apa dan siapa pun selain Tuhan untuk
mengisi peran menjadi garis ketiga adalah hal yang wajar, tapi kita tidak lagi
punya hak untuk mengharapkan keabadian dari sebuah relasi normal. Sebab? Semua fana,
selain-Nya. Maka persahabatan akan fana dan berakhir jika alasan yang berperan sebagai
garis ketiga telah fana dan sirna. Misal: jika peran itu diduduki oleh harta
maka begitu tiada harta akan fanalah persahabatan; popularitas, begitu hilang popularitas
maka hilanglah persahabatan. Ada pun Tuhan? Ialah yang kekal, jika Ia
kaujadikan garis ketiga, maka kekallah persahabatanmu.
Ketiadaan garis ketiga menjadi sebab hadirnya gap dalam sebuah relasi persahabatan. Semua
menjadi berjarak, banyak hal remeh-temeh menjadi sekat yang sewaktu-waktu menjadikan
persahabatan tidak pernah ada dalam satu titik yang senada.
Begitu juga dengan persaudaraan, menghadirkan Tuhan
sebagai garis ketiga berarti menghancurkan segala tembok yang selama ini
menjadi sekat persaudaraan. Perbedaan apa pun tidak akan mengganggu setiap
romansa di dalamnya. Karena ia akan selalu bertemu dalam satu garis: Garis
Tuhan (God Line).
Kehadiran Tuhan sebagai garis ketiga dalam bentuk
relasi apa pun menjadikan sesuatu yang terjalin menjadi begitu amat luas dan
lebar, tanpa sekat-sekat, bahkan tanpa batasan ‘kandung’. Ini artinya, siapa
saja bisa menjadi saudara siapa saja, siapa saja bisa menjadi sahabat siapa
saja, jika ia benar-benar mampu menghadirkan garis ketiga dalam persaudaraan
dan persahabatan. Maka sering kita dengar ungkapan “akhi fillah” yang artinya -suadaraku karena Allah- menunjukkan
bahwa Tuhan menjadi pemersatu.
Begitulah, dan jika kita benar-benar telah merasai
kehadiran Tuhan dalam relasi persaudaraan, maka kita juga harus benar-benar
berani menghargai setiap ketulusan menjadi sebuah kebeningan.