Bagaimana
Islam Memandang Auditing?
Oleh: Dina Kartika, Mahasiswi Jurusan
Akuntansi Syariah, STEI SEBI Depok.
Dewasa
ini, mulai banyak lembaga keuangan serta entitas syariah yang bermuculan di
Indonesia. Berdasarkan penilaian Global Islamic Finance Report (GIFR) 2013,
Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan potensi pengembangan
industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat
Arab. Dalam hal ini, Indonesia mengalami kenaikan dua peringkat dari tahun
sebelumnya yakni pada tahun 2012. Hal tersebut membuat perekonomian Indonesia
saai ini bukan hanya tentang ekonomi konvensional, namun juga tentang ekonomi
islam yang sistem dan prakteknya sudah banyak diterapkan di berbagai sektor
kegiatan ekonomi.
Hadirnya
sistem ekonomi islam menuntut lembaga serta entitas yang berlabel syariah untuk
memiliki perbedaan dengan lembaga konvensional pada umumnya, karena lembaga
syariah beroperasional didasari atas nilai-nilai syariah yang berpedoman kepada
Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, untuk eksistensi dari lembaga keuangan
dan entitas syariah, diperlukan sikap konsisten dalam menerapkan nilai-nilai
islami yang berlaku. Maka disinilah letak diperlukannya sistem auditing yang
islami sebagai bentuk transparansi juga pertanggung jawaban dari lembaga
syariah tersebut.
Auditing menurut Al-Qur’an:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan
orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu
merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat
kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan
umat-umat yang dahulu.” (QS. Asy-Syu’ara:
181-184)
Ayat
di atas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara
adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Dalam pandangan islam,
praktek auditing ini haruslah didasari dengan akhlak yang baik, tidak ada unsur
kecurangan di dalamnya.
Dalam
prakteknya, seorang akuntan akan membuat laporan keuangan yang disertai dengan
bukti-bukti yang terkait dengan seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh
suatu perusahaan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari pihak manajemen. Namun
manajemen, bisa saja menyajikan laporan keuangan yang sifatnya sudah tidak lagi
objektif demi mengedepankan kepentingan pribadi. Untuk itu diperlukan auditor
independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan yang lebih objektif atas
laporan keuangan perusahaan tersebut beserta dengan bukti-bukti terkait yang
diperlukan. Dalam islam, fungsi auditing ini dikenal dengan istilah “tabayyun”.
Begitu
pentingnya akhlak baik diperlukan ada di dalam diri seorang auditor, sehingga
terdapat landasan kode etik khusus bagi akuntan dan auditor muslim. Beberapa
landasannya adalah sebagai berikut:
1.
Integritas
Islam
menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh
perilakunya.
2.
Keikhlasan
Akuntan
dan auditor harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya.
Menjadi ikhlas berarti akuntan dan auditor tidak perlu tunduk pada pengaruh
luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama dalam melaksanakan fungsi
profesinya.
3.
Ketakwaan
Takwa
merupakan sikap ketakutan kepada Allah untuk melindungi seseorang dari
perilakunya yang bertentangan dari syariah.
4.
Kebenaran
dan Bekerja Secara Sempurna
Akuntan
dan auditor tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan
profesi dan jabatannya tetapi juga berjuang untuk menegakkan kebenaran dan
kesempurnaan tugas profesinya.
5.
Takut
kepada Allah dalam Setiap Hal
Seorang
akuntan dan auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu
dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju.
6.
Manusia
Bertanggung Jawab dihadapan Allah
Akuntan
dan auditor muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua
perilakunya dan dia akan mempertanggung jawabkan semua perilakunya kepada Allah
di hari akhir nanti.
Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa auditing dalam pandangan islam adalah
dititikberatkan kepada soal pertanggung jawaban bukan hanya dengan publik,
atasan, ataupun diri sendiri namun juga bertanggung jawab kepada Allah. Karena
pada hakikatnya apa-apa yang telah seseorang lakukan di muka bumi, akan selalu
ada perhitungannya. Maka dari itu seorang muslim diwajibkan untuk memiliki
sikap tanggung jawab.
Daftar
Pustaka:
Buku
Auditing dalam Perspektif Islam karya Dr. Sofyan S. Harahap
Artikel
Industri Keuangan Syariah Menghadapi MEA oleh Muliaman D. Hadad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^