PUISI HAMPA;
REFLEKSI DIRI
“Jiwamu merontaTentang apa yang tak dapat kau sangkaJiwamu mencariTentang apa yang tak kau milikiJiwamu melahap amarahHanya bisa berbaring lemahJiwamu yang laparPuisi apa saja dibuatnya terkaparDan hanya menjadi puisi-puisi hampa.”
Saya tidak cukup mengerti dengan
kondisi jiwa saya dua hari terakhir ini, khususnya. Yang saya tahu, saya selalu
mengakhiri malamnya di teras depan, menikmati puisi-puisi Rendra, syair-syair
Gus Mus dan D Zawawi Imron. Selalu saja saya tertidur dibuatnya, bak selimut
hangat yang melilit diri dari udara dua malam terakhir ini.