“Entah, mungkin hingga ‘arsyurrahman lengkingan itu terdengar. Kisap petir menyambut bergiliran, akankah isak renta, atau tawa balita. Ternyata ‘satu’.”
Satu,
hanya satu. Satu yang melahirkan susunan jutaan kata, yang menjadikan si
pendiam tiba-tiba tampil bagai public speaker handal, meneguhkan jiwa
mereka melawan miliayaran pasukan langit yang tak hentinya mendera, satu itu
alasannya. Satu? Aku masih tidak mengerti, apa yang kau maksud satu? Tenanglah,
bukan aurat, hanya semangat. Satu itu adalah semangat. Yang aku dan kita semua
harap, satu itu lahir dari dan untuk Yang Maha Satu, agar tak berbilang
sepanjang umurnya, agar ia tetap satu, semangat. #TeriakItu
Multazam Zakaria dan Best friend |
Beragam
umur dan karakter mereka, dari tujuh belas hingga dua puluhan tahun lengkap
bersama meraka. Asal kota atau desa yang berbilang beragam tak kunjung mampu membilang
dan meragam mereka, hanya satu, dan semoga tetap satu. Satu lagi, warna kulit.
Hahaa, aku tahu, bahkan yang menulis dan sedang membbaca tulisan ini tak kunjung
sama warnanya, tapi tetap menjadi satu. Bukan satu hati, karena kami meyakini
beraneka ragam kehendak
hati kami. Bukan satu ide, karena kami mengangumi
beragam ide di antara kami. Bukan satu pendapat, karena notulen rapat kami
selalu kualahan mencatat pendapat. Bukan satu cita-cita, karena kamipun
menyadari cita-cita yang berbeda dan beragam masing-masing kami. Bukan satu
jenis kelamin, karena hukum tuhan telah menciptakan kami laki-laki dan
perempuan. Bukan satu asal, karena kami tahu kami adalah gabungan generasi
pulau-pulau. Kami tahu itu. #PerbedaanItu
Lantas,
Jika kami tidak satu hati, tidak satu ide, tidak satu pendapat, tidak satu
cita-cita, tidak satu jenis kelamin, dan tidak satu pulau, apa gerangan yang
telah melahirkan ‘satu’? yang kami tahu adalah ‘satu semangat’. Yang kami
miliki adalah ‘satu tuhan’. Itu saja, tidak lebih dan tidak berbilang.
#TuhanKita
Langsung
saja yuuk, tulisan ini sebenarnya hanya ingin menjadi bukti sejarah kita nanti.
Saat kebersamaan kini kelak tak lagi disebut kebersamaan, hanya sejarah silam.
Begitu. Tulisannya tegang banget ya? Hehe, maklum, nulisnya ditemani hujan,
jadi bawaannya dingin. Tulisannya juga ikutan dingin deh, hehe, nikmati aja cuy
^^
Semula
saya berniat untuk sebutkan satu per satu yang hadir sore tadi, yang ikut
menyaksikan si aba dan si uud yang mewakili kelas kita lomba fun game.
Tapi setelah ditimbang dan ditimbung, akhirnya ga nyambung, ah, dasar anak
sulung, aku jadi bingung, kamu juga bingung? Ya udah, asal jangan linglung.
Oke, lupakan sejenak si –ung, saya tidak jadi menyebutkan satu persatu,
berhubung ada yang tidak berkesempatan hadir dari anggota keluarga kita. Saya
tidak menuliskannya, karena saya yakin, tempat yang beda, kegiatan yang beda,
tetap tidak akan membuat kita berbilang, karena yang saya tahu, hanya ada ‘satu
semangat’. Satu. (teringat teh yayah dan mpok ame yang ngeliatin dari gajebo,
nalar saya mengatakan bahwa kaki mereka sudah gatal ingin segera bergabung
dengan akhwat-akhwat hebat di bawah terpaan hujan, tapi sayang seribu sayang,
harapan hanya sekedar harapan, hahaa. #lebay)
Udah
ya, itu aja dulu. Hanya sebagai pengingat kita nanti, bahwa kita pernah bersama
sperti ini, kita pernah tertawa seperti itu. saya harap tulisan ini, sepuluh
tahun lagi akan menjadi supercomedy yang ketika kita membacanya,
mengalirlah tawa ringan dan senyum simpul itu. titip salam untuk suami, istri,
dan anak kalian. Dadaaaah..!
Bojongsari,
17/05/2013- 18:54 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^