Foto: Pemakaman Tuan Guru Haji 'Ismatillah (Allah Yarhamhu) Dasan Tapen- Lombok |
Bojongsari- Malam Jum’at, 20 December
2012 ~ 21:39 WIB
Saudaraku…
Saya yakin, ada banyak impian dan obsesi yang ingin kita raih dalam hidup
ini. “Bermimpilah setinggi-tingginya”, begitu sering kali kita diajarkan di
rumah, kelas sekolah, apalagi di kelas-kelas training dan motivasi. Pun saya
juga begitu, bahkan saya masih ingat dulu semasa SMK nama akun fb saya
“Multazam Sang Pemimpi”. Dan saya pun mengakui betapa penting memiliki impian
dalam hidup ini.
Pun saya berharap kita telah menyusun peta
hidup kita di dunia ini, seperti yang saya dan teman-teman pernah lakukan.
Sebanyak apapun impian kita, yang jelas impian-impian itu tidak akan pernah
terlepas dari sebuah unsur vital penyusunnya, unsur itu adalah Waktu.
Kalau boleh jujur, bisa saja daftar impian
yang pernah kita tuliskan itu sebagian kecil atau mungkin sebagian banyak tidak
akan pernah mmapu kita raih, bukan pada masalah ikhtiar, kesungguhan, atau
proses peraihan, namun satu yang siap menjadi alas an, itulah Waktu.
Kalau boleh jujur, impian-impian kita adalah
tidak lebih dari sebuah rencana yang belum pasti ketercapaiannya, waktu dan
bentuknya. Namun ada satu hal yang pasti terjadi pada diri kita, direncanakan
atau tidak, diinginkan atau tidak, ia tetap akan terjadi dalam kehidupan kita,
namun tidak ada yang tahu kapan ia akan terjadi, yang jelas ia pasti terjadi,
lagi-lagi berkaitan dengan waktu, itulah yang biasa kita sebut MATI.
Saya belum tahu kata apa yang lebih
menggetarkan ketika diindra dan lebih menggetirkan ketika dirasa selain
Kematian. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ketika Nabi Musa As menjalani
sakaratul mautnya. Sepanjang pengetahuan saya, nabi Musa as lah yang sakaratul
mautnya paling ringan diantara nabi-nabi, namun cobalah dengar apa yang
diketakan beliau dalam suatu riwayat “Aku bagai seekor burung yang
terpelanting ke dalam minyak mendidih, burung itu tidak mati dan tidak pula
hidup”. Saya juga teringat seorang sahabat Rasul Saw yang saya lupa namanya
(semoga Allah ingatkan saya) pernah berpesan agar kelak ketika ia sakaratul
maut ada dari anggota keluarga yang menanyakan apa yang dapat dirasakan, maka
saat beliau mengalami sakartul maut ada seorang anggota keluarga yang
mengingatkannya “Hai sahabat (saya lupa namanya), dulu engkau pernah
katakana jika engkau sakaaratul maut agar kami menanyaimu, maka apa yang dapat
engkau rasakan sekarang?” Ia pun menjawab seperti ini “saat ini aku
seakan berada di tengah-tengah dua batu penggilingan padi yang sedang berputar
dengan kencangnya, tenggorokkanku tidaklah lebih besar dari lubang jarum, maka
akupun sulit untuk bernafas.”.
Saya tidak mengerti lagi entah rasa apa yang
akan saya rasakan kelak ketika sakaratul maut menjumpai. Entah, berapa kali
lipat sakit yang akan saya rasakan dibanding rasa sakit yang dialami Nabi Musa
as dan sahabat-sahabat Rasul saw.
Karena dilihat dari dimensi apapun, maka tak
sebanding kita dibanding mereka. Ibadah, masih adakah yang meragukan
penghambaan Nabi Musa as? Kita hanya manusia akhir zaman, tak pantas barang
kali kita membanding-bandigkan diri dengan para nabi dan sahabat-sahabat Rasul
saw.
Bagaimanapun dan dengan cara apapun kita
menjalani hidup ini, yang jelas nafas dan waktu tak akan pernah berhenti
mengukir dan mencabik umur kita, hingga saat nya nanti takakan ada umur yang
tersisa, tepatnya saat itulah KEMATIAN menjumpai kita, sekali lagi itu Pasti.
Masalahnya bukan kapan kita mati? Tapi
bagaimana kita mati? Yang jelas, bagaimana kita mati nanti, itu tidak akan jauh
beda dengan bagaimana kita hidup kini. Ini barang kali yang harus kita renungi.
Saudaraku..
Saya harap beberapa pertanyaan berikut ini
betul-betul kita renungi, hayati dan jawab dengan suci tanpa embel-embel dusta
dan kemunafikan,,,. Ulangilah sebanyak mungkin hingga pertanyaan ini
betul-betul meresap ke dalam sanubari kita, hati dan fikiran kita dengan penuh
kesadaran.
Saya tidak tahu kapan maut mendatangi kita,
dan dengan cara apa nyawa kita diambil. Entahlah, yang jelas kita pasti mati.
Kalau boleh jujur, bila saat ini kita sedang
berada dalam sakartul maut, apakah pesan penting yang ingin anda wasiatkan
kepada orang-orang yang anda tinggalkan? Ibu, ayah, kakak, adik, dan keluarga
lainnya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………
Saudaraku, sekarang tuliskan sepuluh orang
yang anda yakini akan hadir dalam acara PEMAKAMAN anda?
1.
–
2.
–
3.
–
4.
–
5.
–
6.
–
7.
–
8.
–
9.
–
10. –
Saudaraku, amal jariah apa saja yang pernah
anda perbuat yang manfaatnya akan terus dinikmati oleh masyarakat setelah anda
kembali menghadapnya?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saudaraku, siapakah yang akan menziarahi
makam anda?
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Saudaraku, pertanyaan terakhir adalah, apa
yang TELAH, SEDANG, dan AKAN anda lakukan untuk Allah?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
*Ini tidak lebih dari kontemplasi pribadi
yang semoga dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Semoga saya
dan siapa saja yang membacanya senantiasa diberikan kesadaran oleh Allah swt
untuk terus mengingat dan menerjemahkan makna rahasia kematian dalam kehidupan.
Amiin .
Semoga Bermanfaat :)
Multazam Zakaria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sangat berterimakasih bagi para pengunjung yang berkenan untuk berkomentar dan memberikan masukan ^^