Sudah Syariahkah Perbankan Syariah
di Bangladesh?
Oleh: Argiansyah Junaedi
Bank
adalah suatu institusi yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat
dan di salurkan kembali dalam bentuk kredit. Menurut Dr. B.N. Ajuha bank adalah
tempat menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara
menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya dapat lebih produktif untuk
dapat keuntungan masyarakat. Syariah berasal dari bahasa Arab yaitu hukum islam,
juga dikenal sebagai hukum Allah. Istilah syariah berasal dari kata kerja yaitu
Shara’a yang menurut Al-quran menghubungkan “hukum rohani” (05;48) dan “sistem
hukum illahi; cara keyakinan dan praktik” (45:18) dalam Al-Quran (Omar, 2010).
Dari penjabaran tersebut dapat di simpulkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang
kegiatannya mengacu pada hukum islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan
bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang
diterima maupun yang dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan
perjanjian yang dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank. Perjanjian (akad)
yang terdapat di perbankan syariah harus tunduk pada syariat dan rukun akad
sebagaimana diatur dalam syariat islam.
Dalam
menjalankan operationalnya yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional ialah kepatuhan syariah, karena tidak ada bank syariah yang dapat
berfungsi tanpa kepatuhan syariah. Jika hal itu terjadi maka tidak dapat di
akui sebagai bank syariah. Namun, dalam beberapa kasus bank syariah di
Bangladesh tidak dapat menjalankan operational bank syariah sesuai syariat
islam karena sistem ekonomi, peraturan pemerintah, kurangnya pengetahuan dan
keseriusan karyawan, kurangnya penelitian dan pengembangan, serta kurangnya
aturan dan peraturan yang memadai.
Permasalahan
tersebut di ukur dan di buktikan dengan beberapa variable, diantaranya:
1. Pentingnya
Syariah Islam
Pada
umumnya bank syariah di Bangladesh rata-rata 76,05 persen sangat setuju dan
22,16 persen setuju bahwa bank syariah dalam melakukan aktivitas perbankan
syariah prioritas utamanya ialah kepatuhan syariah. Namun, di sisi lain 28,14
persen karyawan berpendapat bahwa otoritas yang lebih tinggi tidak mengatur
terkait program atau pelatihan yang dapat memberikan wawasan tentang syariah
kepada karyawan. Sedangkan karyawan di bank syariah yang menjadi sampel
penelitian membutuhkan lebih banyak pelatihan tentang syariah untuk mengupgrade
pengetahuan syariah mereka. Kondisi ini sebenarnya sangat memprihatinkan karena
petugas bank syariah yang mempunyai peran langsung dalam menjalankan bisnis
perbankan syariah ternyata mereka minim pengetahuannya tentang syariah. Hal ini
juga terjadi pada perbankan syariah Indonesia, sebagian besar sumber daya
manusia yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini bukan merupakan sumber
daya manusia yang mengerti dan paham tentang syariah. Kemudian Dewan Pengawas
Syariah yang ada di Indonesia pun tidak mempunyai kekuatan atau power dalam pengawasan syariah pada
bank-bank syariah di Indonesia sehingga masih terdapat bank syariah yang lemah
dalam pengawasan.
2. Hambatan
Untuk Kepatuhan Syariah
Kebijakan
yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini pemerintah dan Bangladesh Bank
sangat mempunyai peran bagi operational perbankan syariah di Bangladesh. Fakta
membuktikan 0.883, 0.780, dan 1.058 persen menyatakan bahwa kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan Bangladesh Bank menghambat ruang gerak
kepatuhan syariah di perbankan syariah Bangladesh karena sistem perekonomian di
Bangladesh sebagian besar masih menggunakan bunga. Kondisi ini juga terjadi di
perbankan syariah Indonesia, kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dan Bank
Indonesia cenderung tidak mendukung perbankan syariah. Sehingga perbankan
syariah sulit berkompetesi dengan perbankan konvensional.
3. Syariah
Audit Syariah Compliance
Audir
syariah adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa kapatuhan syariah
berjalan secara efektif dan tidak bertentangan dengan syariat. Fakta yang
terjadi pada bank syariah di Bangladesh mengungkapkan bahwa sistem audit
syariah saat ini tidak cukup untuk memastikan kepatuhan syariah karena
kurangnya auditor yang berpengetahuan, kurangnya logistik yang memadai,
kesalahpahaman antara muraqibs dan
pejabat, dll. Hal yang sama juga terjadi di perbankan syariah Indonesia,
misalnya audit internal yang terdapat pada perbankan syariah di Indonesia hanya
sebatas mengaudit dan memberikan opini terhadap kewajaran suatu laporan
keuangan saja. Kinerja audit internal belum mencakup aspek khusus yang membahas
secara detail kepatuhan syariahnya, hal ini penting dilakukan agar setiap
transaksi yang terjadi pada bank syariah tetap sejalan dengan aspek syariah.
4. Penelitian
Syariah Untuk Syariah Compliance
Penelitian
syariah sangat penting dilakukan oleh entitas syariah karena untuk mengupgrade
perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Kemudian untuk mengembangkan pasar di
daerah terpencil yang tidak bisa di jangkau oleh bank-bank syariah. Sekitar
90.12 persen karyawan setuju bahwa ada beberapa kekurangan pedoman syariah
khusus membahas mengenai isu-isu perbankan modern. Sementara, 11.98 persen
sangat setuju. Menuru Iqbal et al (1998) menyatakan bahwa dalam bidang
penelitian bank syariah baik secara individu maupun sebagai kelompok
mengahabiskan jumlah yang cukup pada penelitian dan pengembangan.
Berdasarkan
temuan tersebut maka bank syariah di Bangladesh maupun bank syariah di
Indonesia harus meningkatkan pengetahuan syariah bagi karyawan dan membuktikan
komitmennya untuk selalu menjaga kepatuhan syariah baik dalam kehidupan pribadi
karyawan, lingkungan keluarga, social dan politik. Selain itu, bank syariah
harus melakukan banyak penelitian dalam mengembangkan industri keuangan syariah
untuk melindungi nilai, arbitrase, swapping, dll. Salah satu hal yang paling
penting ialah kita selaku masyarakat harus mendukung operational bank syariah
walaupun di dalam internal bank syariah tersebut masih banyak kekurangan tetapi
setidaknya kita sudah melakukan langkah pasti untuk tidak bertransaksi
menggunakan sistem bunga.